Jakarta (ANTARA News) - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya ketidakpatuhan pemerintah terhadap peraturan perundangan dalam pemeriksaan terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2005. "Hasil pengujian atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan mengungkapkan adanya ketidakpatuhan dalam berbagai kasus," kata Ketua BPK, Anwar Nasution, di Gedung DPR/MPR Jakarta, Selasa. Ia menyebutkan ketidakpatuhan itu antara lain pemerintah melakukan pengeluaran tanpa melalui mekanisme APBN, yaitu meliputi pengeluaran yang dibayarkan langsung dari rekening hasil minyak perjanjian karya productions sharing no.600.000.411 sebesar Rp3,99 triliun antara lain untuk pengembalian pajak kepada kontraktor, fee BP Migas, fee Pertamina, dan pembayaran kasus Karaha Bodas Company. Selain itu, pengeluaran di luar mekanisme APBN terjadi pada penarikan dan penyaluran surat utang no. 005/MK/1999 sebesar Rp1,22 triliun dan penukaran obligasi lama dengan penerbitan obligasi baru sebesar Rp8,54 triliun. Hal itu tidak sesuai dengan Pasal 3 UU nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Atas kelemahan dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundangan, BPK telah memberikan rekomendasi perbaikannya. Tindak lanjut terhadap rekomendasi itu perlu dipantau secara efektif. "Khususnya terhadap hasil pemeriksaan terkait dengan pengelolaan kas dan bank, BPK dan DPR perlu memantau tindak lanjut yang dilakukan pemerintah," kata Anwar. Terdapat pencatatan dan pelaporan kas dan bank yang tidak memadai atas 1.303 rekening dan deposito senilai Rp8,54 triliun atas nama pejabat pemerintah dan atau instansi yang tidak jelas statusnya. Rekening itu terdiri dari 680 rekening giro senilai Rp7,22 triliun dan 623 deposito senilai Rp1,32 triliun. "BPK dan DPR perlu memantau tindaklanjut yang dilakukan pemerintah mengingat banyak dana yang disimpan di rekening-rekening yang tidak dapat dimanfaatkan untuk pembangunan karena sebagian atas nama pribadi pejabat negara, sementara di sisi lain pemerintah kesulitan likuiditas dalam menghadapi defisit anggaran," katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2006