Jakarta (ANTARA News) - Pendiri Cita Tenun Indonesia (CTI) Okke Hata Rajasa mengembangkan tenun di pelosok Indonesia dengan memberi pembinaan kepada perajin di berbagai daerah terpilih yang masih tertinggal.
Atas jasanya itu ia diganjar penghargaan sebagai tokoh perempuan pegiat UKM oleh Sukma Inspirasi dan Bank Internasional Indonesia, di Galeri Indonesia Kaya, Jumat, bersama dua tokoh lainnya, pendiri PRibuMI Ella V. Brizadly dan pendiri Label Tiga Elvara Subyakto.
"Kami dari CTI mendatangi daerah-daerah yang tertinggal lalu kami cari perajinnya. Kemudian mereka kami beri pelatihan dan pembinaan berbasis budaya dia sendiri dan dari dia sendiri," kata istri dari mantan Menteri Perekonomian Hatta Rajasa itu usai menerima penghargaan.
Menurut Okke, pemilihan daerah yang tertinggal dilakukan agar dapat mengembangkan daerah tersebut dan meningkatkan taraf hidup masyarakatnya. Dan yang tidak kalah penting, lanjut Okke, kebudayaan di daerah tersebut terangkat tidak hanya di lingkup nasional tetapi juga internasional.
Cita Tenun Indonesia yang ia dirikan telah berhasil memasarkan produk binaan mereka hingga pasar internasional. Okke mengatakan ia melibatkan tim yang terdiri dari perancang busana, perancang tekstil, antropolog, ahli pewarnaan, ahli struktur, dan perancang interior.
Sebagai contoh, perajin asal Garut binaannya sudah mampu meraih penghasilan Rp200 juta per bulan dan berkembang dengan membuat kelompok perajin.
"Kami mendorong si perajin agar mereka menjadi pengusaha di bidangnya tetapi produknya tidak menghilangkan karakter daerah asalnya. Hasilnya sekarang mereka bisa nikmati bahkan memberi pekerjaan pada lainnya," jelas Okke yamg juga meraih "Womens Champion and Visionary Award", "Pia Alisjahbana Award", dan Award Kain Tenun Nusantara 2012.
Sementara itu pendiri PribuMi yang memproduksi sepatu dan tas dari batik, Ella V. Brizadly sukses keluar dari zona nyaman sebagai manajer di sebuah perusahaan tambang menjadi pengusaha yang sukses.
Usahanya yang hanya bermula dari mulut ke mulut dan online berkembang dengan didirikannta Kampoeng PribuMI yang terdiri dari galeri, kafe, dan tempat workhsop.
"Saya ingin menciptakan busana dari batik yang tidak ketinggalan zaman dan bisa dipakai berbagai kalangan. Dari situ akhirnya saya ingin berkontribusi untuk Indonesia dan meninggalkan pekerjaan serta segala fasilitasnya," ujar Ella.
Sedangkan Elvara Jandini Subyakto mengembangkan ikat celup yang awalnya hanya melekat pada komunitas tertentu misalnya hippies, kini dikenalkan sebagai busana yang khas budaya Indonesia.
Istri dari art director Jay Subyakto itu tidak hanya sukses dengan rancangan busananya namun juga mengembangkan perajin binaannya dengan karya yang lebih modern dan terus berinovasi.
"Ikat celup ini awalnya kurang populer, perajinnya pun sulit untuk keluar pakem tetapi saya melihat itu sebagai tantangan. Saya ingin beri nafas baru. Dengan penghargaan ini, saya jadi lebih bersemangat untuk berkarya," kata lulusan Fashion Merchandising dari The American College, London itu.
Penghargaan ini diharapkan dapat mendorong perempuan Indonesia untuk terinspirasi dan berani masuk ke dunia usaha menjadi pengusaha perempuan.
"Upaya gigih mereka dalam menerjemahkan budaya kedalam bentuk modern tanpa menanggalkan keasliannya layak untuk ditiru oleh pelaku fashion sejenis lainnya," tutur Direktur Bisnis Banking BII Jenny Wiryanto.(*)
Pewarta: Monalisa
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014