Jakarta (ANTARA) - Beberapa waktu lalu, media sosial dihebohkan dengan sebuah kasus bunuh diri seorang mahasiswa pendidikan dokter spesialis di salah satu perguruan tinggi. Kasus ini menyita banyak perhatian dan memicu perdebatan publik. Korban diduga mengalami depresi, hingga memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Kasus ini tentu memberi banyak pelajaran bagi kita untuk menjalani hidup dengan lebih legawa.

Ada banyak alasan mengapa kita harus bertahan dari terpaan berbagai macam badai kehidupan. Kita semua dilahirkan sebagai hasil fertilisasi antara sel telur yang berasal dari ibu dan sel sperma yang berasal dari ayah. Untuk dapat dilahirkan ke dunia ini butuh proses yang tidak mudah.

Persaingan pertama terjadi ketika sel sperma yang dihasilkan oleh seorang ayah hendak menemui sel telur yang berada jauh di dalam oviduk atau saluran tuba seorang ibu. Dalam usaha menemui sel telur tersebut, ada persaingan ketat antara sel sperma.

Dalam peristiwa tersebut, ratusan juta, bahkan miliaran sel sperma bersaing sengit satu sama lain untuk menjadi yang terbaik dan layak membuahi sel telur. Hanya mereka yang sehat, kuat, prima, dan unggul lah yang berhasil menemui sel telur. Dalam perjalanan yang panjang tersebut, sebagian sel bisa mati di tengah jalan karena perbedaan kondisi lingkungan atau kondisi abnormalitas lainnya, yang menyebabkan mereka gagal melakukan fertilisasi, dan akhirnya terdegradasi.

Itu pun belum cukup. Dari sekian banyak sel sperma yang berhasil mencapai saluran tuba, Cuma satu sel saja yang lolos seleksi dan terpilih untuk melakukan fusi inti sel dengan sel telur.

Lalu siapa yang terpilih dan berhasil melakukan fertilisasi tersebut? Jawabannya adalah kita semua yang saat ini diberikan kehidupan oleh Tuhan. Hanya sel sperma yang paling unggul lah yang akan menjadi pemenang, yang berhak membuahi sel telur, yang nantinya akan berkembang menjadi saya, anda, dan manusia lainnya.

Setelah proses pembuahan selesai, berkembanglah ia menjadi zigot dan embrio. Lantas, apakah semua embrio yang terbentuk pasti akan dilahirkan dan berkembang menjadi seorang manusia? Tentu tidak. Ada banyak embrio yang mengalami kegagalan dalam tahap perkembangannya. Sebagian embrio, bahkan belum sempat berkembang menjadi janin, mengalami keguguran dan kematian, akhirnya perjalanan hidup mereka terhenti. Mereka, bahkan belum sempat menatap wajah kedua orang tua yang sangat menantikan kelahirannya.

Bagi sel yang unggul, setelah terbentuk zigot tersebut, satu sel hasil pembuahan tersebut melakukan serangkaian pembelahan embrionik, memasuki fase morulasi, blastulasi, gastrulasi, embriogenesis, hingga terbentuk janin.

Perjalanan panjang fase awal pun dimulai selama sekitar 9 bulan 10 hari. Selama periode tersebut, kita terus mengalami perubahan demi perubahan dan pertumbuhan yang dapat dikelompokkan menjadi tiga trimester. Hingga pada akhirnya kita siap untuk dilahirkan.

Oleh karena itu, kita yang telah berhasil dilahirkan patut untuk bersyukur, karena sejatinya kita adalah para pejuang tangguh, sekaligus pemenang yang dinantikan oleh kedua orang tua kita.


Support System terakhir

Di dunia ini siapa yang tidak memiliki masalah? Semua manusia normal pasti memiliki masalah di dalam hidupnya.

Sejak kita terpilih menjadi satu-satunya sel sperma yang berhasil membuahi sel telur, kita telah dihadapkan dengan berbagai macam tantangan. Bayangkan, bila kita tidak melakukan proses pembelahan dengan normal, atau tidak melakukan proses organogenesis dengan sempurna, atau bahkan embrio yang berkembang tersebut tidak cukup kuat untuk melaksanakan perkembangannya, apa yang akan terjadi? Tentu jawabannya kita tidak akan terlahir dengan sempurna.

Untuk terlahir dengan sempurna, serangkaian proses harus kita jalani di dalam rahim seorang ibu. Berterima kasih lah kepada ibu dan ayah, karena selama proses perkembangan tersebut, mereka menyediakan sumber nutrisi esensial yang cukup bagi pertumbuhan kita. Sehingga, proses pertumbuhan yang kita jalani dapat berlangsung dengan baik sebagaimana mestinya.

Kita tidak sendirian di dunia ini. Ada keluarga, teman, pasangan, suami atau istri, anak-anak, atau bahkan keluarga besar yang selalu ada buat kita untuk berbagi beban atau masalah.

Meskipun demikian, tentu saja ada sebagian orang yang kurang beruntung, tidak bisa merasakan kenyamanan rumah dan tidak memiliki satu pun sosok yang bisa menjadi “rumah” untuk sekadar beristirahat dari hiruk pikuk dunia. Hidup mereka terasa sepi.

Teruntuk saudara-saudara kita tersebut, ketahuilah bahwa mereka sejatinya tidak sendiri. Sekalipun dunia mungkin terasa amat sepi bagi mereka, sistem yang ada di dalam tubuh mereka tetap setia menemani dalam segala situasi dan kondisi. Sel-sel tubuh kita selalu beregenerasi setiap hari untuk memperbaiki jaringan yang rusak agar kita tetap sehat. Sel-sel syaraf kita selalu bekerja dengan baik untuk menerima impuls dan menghasilkan respons terhadap impuls tersebut. Sel-sel imun yang siap bekerja 24 jam tanpa lelah memerangi segala macam penyakit yang menyerang, paru-paru dan jantung yang siap bekerja tanpa henti, meskipun kita tertidur, serta semua sistem homeostasis lainnya yang siap menjaga keseimbangan tubuh lainnya di mana pun dan kapan pun.

Mereka semua berjasa dalam hidup kita. Tanpa peranan penting dan vital yang mereka jalankan, kita akan menjadi kacau. Lantas, jangan mengecewakan usaha yang mereka lakukan tersebut. Oleh karena itu, jadikanlah sel-sel tubuhmu sebagai support system terakhir yang senantiasa menjaga dan menemani setiap langkahmu.

Seringkali kita lupa untuk berterima kasih kepada diri sendiri dan terlalu sering menghakimi diri. Hal demikian tentu berdampak negatif bagi cara pandang kita terhadap diri sendiri, yang berujung pada penurunan value diri.

Dari semua kegagalan yang menimpa ingatlah bahwa kita telah berhasil menjadi manusia seutuhnya melalui serangkaian peristiwa panjang telah kita lalui, baik di dalam rahim ibu maupun setelah kita dilahirkan ke dunia. Artinya, kita telah melalui sebuah perjuangan yang tidak singkat. Sejatinya kita selalu berjuang melakukan yang terbaik, meskipun hasilnya mungkin tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.

*) Angga Puja Asiandu, S.Si., M.Sc adalah Mahasiswa Program Doktoral, Fakultas Biologi, UGM

 

Copyright © ANTARA 2024