Kalau soal SDA-nya sendiri, saya sarankan sebaiknya dia mundur saja, baik dalam jabatannya sebagai Menteri Agama, maupun sebagai Ketua Umum PPP. Mundur adalah pilihan terbaik agar dia bisa fokus mengikuti proses hukum di KPK,"
Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik dari SIGMA Said Salahudin menyarankan agar Suryadharma Ali (SDA) sebaiknya mundur dari jabatannya sebagai Menteri Agama maupun sebagai Ketua Umum PPP agar fokus mengikuti proses hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Kalau soal SDA-nya sendiri, saya sarankan sebaiknya dia mundur saja, baik dalam jabatannya sebagai Menteri Agama, maupun sebagai Ketua Umum PPP. Mundur adalah pilihan terbaik agar dia bisa fokus mengikuti proses hukum di KPK," ujar Said Salahudin di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, tidak elok kalau kementerian agama dipimpin oleh pejabat yang menyandang status tersangka korupsi.

"Lebih tidak pantas lagi jika dia masih memimpin partai. PPP itu kan partai religius, sehingga sudah sepatutnya SDA menjaga nama baik partainya," ujar dia.

Lebih dari itu, ia mengatakan, agar iklim Pilpres tidak diriuhkan dengan isu negatif terkait status baru SDA, sebaiknya dia tidak usah lagi terlibat dalam urusan dukung-mendukung pasangan capres-cawapres.

Sebelumnya, Menteri Agama Suryadharma Ali disangkakan melanggar dua pasal dalam Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penyelenggaraan haji.

"Pasal 2 dan Pasal 3," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto dalam pesan singkat yang diterima wartawan di Jakarta, Kamis malam.

Pasal 2 ayat (1) UU No. 30 tahun 1999 jo. UU No. 20 tahun 2001 berbunyi setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 2 ayat (2) berbunyi, dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Sedangkan Pasal 3 UU No. 30 tahun 1999 jo. UU No. 20 tahun 2001 berbunyi Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
(A063/Z002)

Pewarta: Azis Kurmala
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014