Washington (ANTARA) - Departemen Perdagangan Amerika Serikat (AS) pada Senin (23/9) mengusulkan larangan terhadap software dan hardware yang dikembangkan oleh China untuk kendaraan terhubung dan otonomos. Usulan tersebut memicu penolakan keras dari para ekonom dan pengamat.

Menurut langkah tersebut, "akses berbahaya" ke Sistem Konektivitas Kendaraan dan Sistem Pengemudian Otomatis dapat memungkinkan "musuh" untuk mengakses dan mengumpulkan data yang paling sensitif dan memanipulasi mobil dari jarak jauh di jalanan AS. Musuh, dalam konteks ini, adalah China dan Rusia.

Pemerintahan Joe Biden mengakui bahwa saat ini keberadaan kendaraan asal China atau Rusia di jalanan AS masih terbatas. Meskipun demikian, pihaknya bermaksud untuk mengambil langkah-langkah "proaktif", dengan menyoroti masalah keamanan nasional.

"Saya rasa pemerintah AS mungkin mencemaskan jenis malware yang sebenarnya ingin mereka pasang di beberapa sistem terhubung," kata Jeffrey Sachs, seorang profesor ekonomi dan Direktur Pusat Pembangunan Berkelanjutan di Columbia University, kepada Xinhua. "Sama sekali tidak ada bukti bahwa China melakukan hal tersebut."

Sachs juga menyatakan bahwa tujuan lainnya adalah proteksionisme, "untuk merusak ekspor kendaraan listrik (electric vehicle/EV) China ke AS dan Eropa."

Gary Clyde Hufbauer, seorang senior fellow nonresiden di Peterson Institute for International Economics, mengatakan kepada Xinhua bahwa aturan yang diusulkan tersebut merupakan langkah signifikan menuju pemisahan (decoupling). "AS belum berperang dengan China, tetapi sudah tepat berada di jalur decoupling," katanya.

Hufbauer, mantan pejabat Departemen Keuangan AS, menyatakan bahwa Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan sebelumnya berjanji bahwa pembatasan AS terhadap perdagangan langsung dengan China akan terbatas pada pembatasan aliran teknologi canggih dengan "halaman kecil dan pagar yang tinggi". "Namun, halaman kecil itu kini telah berkembang menjadi padang rumput yang luas tanpa pagar yang jelas," kata Hufbauer.

Sejumlah larangan sebelumnya terhadap raksasa teknologi China Huawei serta larangan dan upaya saat ini untuk memaksa TikTok dijual ke perusahaan AS didasarkan pada logika yang sama.

Hufbauer menambahkan bahwa jika aturan terbaru yang diusulkan tersebut menjadi panduan untuk larangan impor AS di masa depan, tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap ekonomi AS, maka hanya tinggal menunggu waktu sebelum pengurangan risiko (de-risking) berubah menjadi decoupling.

The New York Times melihat bahwa memerangi ancaman yang nyata dan yang dianggap ada dari China merupakan salah satu dari sedikit isu yang mendapatkan dukungan dari kedua partai, baik Demokrat maupun Republik. Namun, "banyak pakar tentang China percaya bahwa ketakutan terhadap Beijing telah berlebihan, dan bahwa hal itu juga merugikan konsumen AS."

Produsen mobil AS "berisiko tertinggal" jika mereka tidak memiliki akses ke teknologi terbaru, kata surat kabar AS tersebut, yang menggambarkan China sebagai pasar mobil terbesar di dunia yang mendominasi produksi baterai EV.

"Alih-alih melarang teknologi China, AS dan China seharusnya mengambil langkah kooperatif dan diplomatis untuk memastikan bahwa tidak ada pihak, termasuk negara lain, yang bertindak dengan cara seperti ini," kata Sachs. 

Pewarta: Xinhua
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2024