Kita berharap dengan Undang Undang tersebut nanti bisa memberikan solusi atas berbagai kendala yang selama ini menghambat pengembangan panas bumi sebagai energi terbarukan yang ramah lingkungan,"

Banjarmasin (ANTARA News) - Anggota Panitia Khusus Panas Bumi dari DPR RI Habib Nabiel Fuad Almusawa menyatakan, lembaga legislatif tingkat pusat tersebut bertekad menyelesaikan revisi Undang Undang Panas Bumi Juni mendatang.

"Kita berharap dengan Undang Undang tersebut nanti bisa memberikan solusi atas berbagai kendala yang selama ini menghambat pengembangan panas bumi sebagai energi terbarukan yang ramah lingkungan," tandasnya dalam keteragan pers kepada wartawan di Banjarmasin, Kamis.

"Sekarang ini kita sudah mengalami defisit energi nasional. Jadi sudah selayaknya bila semua pihak terkait bekerja keras untuk segera mencari solusi. Percepatan pengembangan pemanfaatan panas bumi sebagai energi salah satu solusi," lanjut legislator asal daerah pemilihan Kalimantan Selatan tersebut.

Ia mengungkapkan, berdasar laporan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral(ESDM), bahwa Indonesia berada di cincin api pegunungan berapi dengan pontensi panas bumi di 299 titik pada berbagai daerah yang memiliki total daya 28 ribu mega watt (MW).

"Dari potensi tersebut, pengembangan panas bumi baru dilakukan pada sembilan titik," ungkap wakil rakyat yang menyandang gelar insinyur dan magister bidang pertanian itu.

Menurut dia, pengembangan pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) merupakan proyek ramah lingkungan, karena hanya mengandalkan uap panas yang keluar dari proses pemanasan magma gunung berapi dari air yang terperangkap.

"Uap yang panas itu disalurkan guna memutar turbin sehingga menghasilkan listrik. Listriknya mengalir ke rumah-rumah masyarakat," ujar alumnus Institut Pertanian Bogor (IPB) tersebut.

"Mengapa dikatakan ramah lingkungan? Karena uapnya kembali menjadi air dan masuk kembali ke tanah lalu dipanaskan lagi oleh magma kemudian keluar uap lagi. Begitu seterusnya selama 24 jam, 365 hari selama 30 tahun," lanjutnya.

Sejauh ini, menurut dia, yang disaksikan adalah dampak negatif dari keberadaan gunung berapi yaitu letusan yang mengakibatkan kerugian harta benda, bahkan kehilangan nyawa.

"Padahal dibalik dampak negatif yang kita saksikan itu, terkandung banyak sisi positif di antaranya berupa potensi panas bumi yang apabila kita mampu mengelolanya akan menjadi energi yang bisa digunakan untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil," ujarnya.

Ia mengaku, meski memiliki banyak keunggulan, hingga saat ini pengembangan energi panas bumi di Indonesia masih menemui banyak kendala, antara lain tidak selarasnya UU Panas Bumi yang ada dengan undang-undang terkait lain, seperti kehutanan.

Selain itu, UU terkait lingkungan hidup, perizinan yang berbelit, lemahnya koordinasi pusat dan daerah, lahan yang umumnya berada di daerah terisolir, dan ketersediaan teknologi.

Hal lain minimnya sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan tentang teknis pengelolaan panas bumi dan harga jual listrik panas bumi yang masih rendah, lannjutnya.

"Karena berbagai kendala tersebut, untuk mewujudkan satu PLTP saja bisa membutuhkan waktu puluhan tahun," ungkap anggota Komisi IV DPR-RI itu.

Ia berharap, dengan selesainya revisi UU Panas Bumi itu, Kementerian ESDM menindaklanjuti dengan kelengkapan aturan teknis, sebab dengan regulasi yang lengkap diharapkan pula bisa berdampak pada percepatan pemanfaatan energi panas bumi.

"Saya optimis, kelak energi panas bumi akan menjadi salah satu solusi untuk mengatasi defisit energi kita," demikian Habib Nabiel.

(KR-SHN/T007)

Pewarta: Syamsuddin Hasan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014