Peran Presiden melalui menteri koordinator sangat dibutuhkan agar TKI benar-benar diperlakukan dengan baik agar terhindar dari oknum yang menjadikan mereka sebagai obyek untuk keuntungan pribadi atau kelompok
Jakarta (ANTARA) - Pemerintahan baru diharapkan menunjuk Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) yang kompeten, memahami, dan membela pekerja, baik di dalam maupun Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri.

Pendiri Himpunan Pengusaha Jasa Penempatan dan Perlindungan TKI (Himsataki) Yunus M Yamani di Jakarta, Selasa, mengatakan pemahaman masalah ketenagakerjaan, khususnya penempatan dan perlindungan TKI sangat penting di kabinet mendatang.

"Saat ini geliat ekonomi makin melemah. Dampaknya, angka pengangguran terus meningkat, sementara angkatan kerja baru terus menumpuk setiap tahun," kata Yunus.

Dia mengingatkan angka pengangguran yang tinggi akan menjadi bom waktu bagi ledakan masalah sosial yang dapat memicu kerusuhan sosial.

Baca juga: Wapres: Masalah ketenagakerjaan masih jadi isu sentral

Untuk jangka pendek, kata dia, meningkatkan roda perekonomian membutuhkan waktu, sementara penyerapan angkatan kerja membutuhkan solusi segera.

Dia menilai pemerintah sudah saatnya serius menangani penempatan dan perlindungan pekerja migran. Peluang kerja di luar masih sangat tinggi, termasuk di Timur Tengah karena kondisi ekonomi mereka sangat baik.

"Peluang ini harus dimanfaatkan. Pemerintah harus mempersiapkan, melatih pekerja dengan baik, sehingga memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan negara penempatan," ujarnya.

Sumber daya manusia Indonesia melimpah. Mereka, kata Yunus, hanya membutuhkan sentuhan (pelatihan) yang baik dari pemerintah atau perusahaan yang diberi kewenangan.

Setelah itu mempersiapkan sistem perlindungan komprehensif di negara penempatan. "KBRI dan KJRI harus diisi oleh petugas yang peduli dan berempati kepada pekerja migran, karena berjuang untuk keluarga dan negaranya serta menekan angka pengangguran dan memasukkan devisa," ucap Yunus.

Baca juga: Ganjar: Seluruh perangkat negara harus hadir atasi masalah PMI

Mereka, para petugas, menurut dia, harus memahami sistem hukum dan perlindungan pekerja migran di negara setempat agar mampu membela pekerja migran di sana dan hanya boleh memulangkan TKI setelah kasus dan hak-haknya terpenuhi.

Dia memahami masalah TKI butuh penanganan komprehensif yang melibatkan sejumlah instansi. Karena itu koordinasi lintas instansi sangat diperlukan.

"Peran Presiden melalui menteri koordinator sangat dibutuhkan agar TKI benar-benar diperlakukan dengan baik agar terhindar dari oknum yang menjadikan mereka sebagai obyek untuk keuntungan pribadi atau kelompok," katanya.

Dia mencontoh pekerja Filipina dan India yang mendominasi formasi kerja di seluruh dunia. Mereka didukung dan dibela pemerintahnya karena pemerintah sadar, pekerja migran bukan sekadar mengatasi pengangguran, tetapi tidak sedikit dari mereka yang menjadi entrepreneur (wiraswasta) setelah mengadopsi dan memiliki modal untuk berusaha mandiri di negeri sendiri.

"Menjadi pekerja migran, ekspatriat, atau pun diaspora di negeri orang bukan aib. Menjadi aib jika mereka diperas oleh oknum sendiri, tidak dibela jika bermasalah dan tidak dipersiapkan (dilatih) dengan baik. Pelatihan menekan 80 persen TKI bermasalah di luar negeri," kata Yunus.

Baca juga: UNDP: Atasi masalah pekerja migran bukan cuma soal kebijakan

Pewarta: Erafzon Saptiyulda AS
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2024