Wisatawan akan menginap di rumah masyarakat, makan bersama dengan menu sehari-hari masyarakat, serta bercengkerama dengan para penduduk di desa...,
Kendari (ANTARA) - Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) mendampingi Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) empat desa di Wakatobi mencoba paket wisata berbasis masyarakat.


Kepala Dinas Kabupaten Wakatobi Muhidin di Wakatobi, Selasa, mengatakan bahwa pariwisata merupakan salah satu sektor penting yang mampu memberikan kontribusi signifikan bagi masyarakat Wakatobi.

Untuk itu, perlu ada pengembangan paket wisata yang inovatif untuk dapat lebih menarik minat wisatawan berkunjung ke Wakatobi.

“Selain wisata bahari, Wakatobi memiliki potensi wisata sejarah dan budaya yang kaya. Potensi-potensi ini perlu ditonjolkan untuk mendatangkan wisatawan yang berminat kepada wisata yang erat kaitannya dengan masyarakat. Dengan begitu, sejarah dan budaya di setiap daerah di Wakatobi akan lebih dikenal oleh masyarakat luar,” kata Muhidin.

Di tempat yang sama, Ketua Kelompok Poassa Nuhada Nyong Tomia menyampaikan bahwa eksplorasi jejak sejarah dan budaya menjadi paket wisata inovatif yang ditawarkan oleh keempat Pokdarwis yang melakukan uji coba.

Seperti mengunjungi situs budaya Puo Nu Futa di Desa Balasuna Selatan, menjelajahi hutan adat Liang Kuri-Kuri di Desa Kulati, menyaksikan pertunjukan tari Hekulu-Kulu dari Desa Kollo Soha, hingga mengunjungi rumah pembuatan tenun dan kerajinan tangan khas Wakatobi.

“Memperkenalkan jejak sejarah dan budaya melalui pariwisata merupakan salah satu upaya kami sebagai generasi muda untuk melestarikan sejarah dan budaya di daerah masing masing. Kami juga melibatkan tokoh-tokoh masyarakat untuk berkisah terkait sejarah, budaya, dongeng, mitos, dan kearifan lokal kepada wisatawan,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua CBT Sangia Jamarudin mengungkapkan bahwa paket wisata yang diuji coba adalah paket “live in”.

Para wisatawan tidak hanya diajak untuk menjelajah lokasi-lokasi wisata, tetapi juga mendapat pengalaman tinggal bersama masyarakat lokal.

Hal ini juga merupakan salah satu upaya dari Pokdarwis untuk memperkenalkan budaya lokal di desa-desa mereka.

“Wisatawan akan menginap di rumah masyarakat, makan bersama dengan menu sehari-hari masyarakat, serta bercengkerama dengan para penduduk di desa. Dengan begitu, wisatawan tidak hanya menjelajah lokasi-lokasi wisata, melainkan juga mendapat pengalaman menjadi penduduk di desa setempat,” ucapnya.

Koordinator Program Wakatobi YKAN La Ode Arifudin menjelaskan bahwa pengembangan Ekowisata Melalui Pendekatan Aksi Inspiratif Warga untuk Perubahan (SIGAP).

Salah satu wilayah yang menawarkan potensi besar dalam sektor pariwisata di Indonesia adalah Kabupaten Wakatobi.

Wakatobi dikenal sebagai salah satu destinasi selam terbaik di dunia. Terumbu karangnya yang kaya akan keanekaragaman hayati menjadi daya tarik utama bagi penyelam.

"Selain itu, Wakatobi memiliki kekayaan budaya yang beragam, termasuk tarian tradisional, kerajinan tangan, dan festival lokal yang menarik wisatawan," sebut Arifudin.

YKAN melalui pendekatan SIGAP telah bekerja di Wakatobi bersama mitra Balai Taman Nasional Wakatobi (BTNW) untuk mendampingi komunitas lokal yang bergerak di bidang pariwisata, baik dari penguatan kelembagaan, penyusunan kode etik, pengadaan papan informasi dan sebagian peralatan pemandu, serta pengembangan paket wisata.

“Masyarakat pesisir di wilayah Wakatobi didampingi melalui kegiatan peningkatan kapasitas manajemen organisasi, terutama untuk meningkatkan penghidupan dengan prinsip-prinsip berkelanjutan salah satunya melalui sektor pariwisata yang berwawasan lingkungan atau ekowisata,” jelasnya.

Dia menuturkan bahwa melalui ekowisata, para kelompok pedamping menekankan konsep pariwisata yang berlandaskan pada peningkatan kualitas hidup masyarakat setempat dan menjaga kualitas lingkungan.

Maka dari itu, paket “live in” yang ditawarkan oleh masing masing kelompok mencakup unsur sejarah dan budaya, sosial, konservasi, pendidikan, dan pemandangan alam.

“Para kelompok pedamping sudah sadar bahwa kegiatan ekowisata yang mereka tawarkan harus memiliki nilai-nilai moral dan tanggung jawab yang tinggi terhadap objek wisata, baik dari sisi kelestarian lingkungan maupun sosial dan budaya masyarakat setempat,” tambah Arifudin.

Diketahui, Pokdarwis yang melakukan uji coba adalah kelompok Tee La Ganda dari Desa Balasuna Selatan, Kecamatan Kaledupa, kelompok Poassa Nuhada dari Desa Kulati, Kecamatan Tomia Timur, Community Based Tourism (CBT) Tadu Sangia dari Desa Dete, Kecamatan Tomia Timur, serta CBT One Soea dari Desa Kollo Soha, Kecamatan Tomia.

Pewarta: La Ode Muh. Deden Saputra
Editor: Abdul Hakim Muhiddin
Copyright © ANTARA 2024