Sudah ratusan penelitian dihasilkan oleh akademisi ULM terkait bidang lingkungan lahan basah, tentu ini memberikan solusi dalam memetakan kondisi dan potensi lahan basah
Banjarbaru, Kalsel (ANTARA) - Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Hanif Faisol Nurofiq menyebut Universitas Lambung Mangkurat (ULM) mempunyai peran strategis dalam pengelolaan lahan basah berkelanjutan, kompetitif, dan berdaya saing global.

"Sudah ratusan penelitian dihasilkan oleh akademisi ULM terkait bidang lingkungan lahan basah, tentu ini memberikan solusi dalam memetakan kondisi dan potensi lahan basah khususnya di daratan Kalimantan Selatan," kata dia di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Selasa.

Dalam orasi ilmiah dengan judul "Mewujudkan peradaban ekologis" saat Dies Natalis ke-66 ULM, Hanif memaparkan strategi nasional pengelolaan lahan basah.

Kemudian menjelaskan peluang dan peran ULM dalam pemanfaatan lahan basah khususnya kawasan hutan di Kalimantan Selatan.

Berdasarkan Konvensi Ramsar 1971, lahan basah meliputi daerah rawa, payau, lahan gambut dan perairan alami atau buatan tetap atau sementara dengan air yang tergenang atau mengalir, tawar, payau atau asin termasuk wilayah perairan laut yang kedalamannya tidak lebih dari enam meter pada waktu surut.

Baca juga: KLHK integrasikan geolokasi dengan sistem informasi hasil hutan
Baca juga: Dirjen KLHK: Penting perumusan masalah hadapi tantangan keberlanjutan


Salah satu jenis lahan basah yang menjadi fokus penyelamatan luasannya oleh pemerintah yakni mangrove yaitu komunitas vegetasi pantai tropis yang khas, tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut, terutama di laguna, muara sungai, dan pantai yang terlindung dengan substrat lumpur atau lumpur berpasir.

Peta Mangrove Nasional tahun 2021 melaporkan ekosistem mangrove eksisting Indonesia seluas 3.364.080 Ha, dan potensi habitat mangrove seluas 756.182,62 Ha.

"Potensi habitat mangrove mencakup ekosistem mangrove yang telah rusak parah," jelas Hanif.

Kemudian ada lahan gambut di Indonesia seluas 13,4 juta hektare tersebar dalam 856 kesatuan hidrologis gambut (KHG) dengan luasan total sekitar 24,6 juta hektare.

Indonesia memiliki luas lahan gambut terbesar ke empat di dunia dan paling besar di dunia untuk lahan gambut tropis.

Sedangkan di Kalimantan Selatan, menurut Global Wetlands Version 3 total lahan basah sekitar 1.194.471,98 hektare atau 32,39 persen dari total luas daratan Kalimantan Selatan.

Adapun luasan lahan gambutnya 106.037 hektare dan lahan mangrove 84.532 hektare.

Hanif menyebut peran dan manfaat ekosistem gambut dan mangrove antara lain dalam aspek ekologi dapat menyimpan cadangan air, menyerap karbon dioksida, dan menjadi habitat bagi berbagai flora dan fauna.

Pada aspek sosial dapat menyediakan sumber air baku, bahan baku industri, dan objek wisata alam.

Baca juga: Kementerian LHK ajak masyarakat peduli kelestarian lahan basah
Baca juga: KLHK: Realisasi rehabilitasi hutan dan mangrove seluas 185.010 ha


Sedangkan aspek ekonomi dapat menghasilkan produk industri, bahan bakar, dan sumber makanan.

Kepada ULM, Hanif meminta dapat terus melaksanakan pengelolaan ekosistem lahan basah, baik gambut maupun mangrove untuk memberikan manfaat ekonomi dan sosial yang signifikan bagi kesejahteraan masyarakat.

"Pemanfaatannya menjadi langkah strategis dalam menjaga keberlanjutan ekosistem hutan melalui kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dunia usaha, dan akademisi sehingga pengelolaan lahan basah memberikan hasil optimal," jelasnya.
Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) KLHK Hanif Faisol Nurofiq menerima nasi tumpeng dari Wakil Rektor I ULM Iwan Aflanie didampingi Guru Besar Fakultas Kehutanan ULM yang merupakan mantan Menteri Lingkungan Hidup Prof Gusti Muhammad Hatta saat Dies Natalis ke-66 ULM di Banjarbaru, Kalimantan Selatan. (ANTARA/Firman)

Pewarta: Firman
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024