Damsyik (ANTARA News) - Cadangan zat utama kimia Suriah untuk membuat senyawa maut saraf sarin telah dihancurkan, kata petugas pengawas penghancuran senjata kimia tersebut.
Satuan gabungan Badan Pelarangan Senjata Kimia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa memastikan kehancuran seluruh cadangan isopropanol Suriah, kata pernyataan pada Selasa malam.
"Sekarang, 7,2 persen dari bahan senjata kimia Suriah masih di negara itu dan menunggu pemindahan segera untuk dihancurkan. Satuan gabungan itu mendesak pemerintah Suriah melakukan tugas itu secepat mungkin," tambah pernyataan itu.
Berdasarkan atas kesepakatan Amerika Serikat-Rusia pada tahun lalu, Suriah menandatangani Konvensi Senjata Kimia dan setuju menyerahkan seluruh senjata kimianya pada 30 Juni tahun ini.
Kesepakatan itu terjadi sesudah serangan sarin pada Agustus menewaskan sekitar 1.400 orang di daerah kekuasaan pemberontak di dekat Damsyik.
Sementara pemberontak dan pendukung Barat-nya menyalahkan pasukan Presiden Bashar Assad, pemerintah dan sekutu Rusia-nya menyalahkan pemberontak.
Perjanjian tersebut terjadi untuk menghindari serangan Amerika Serikat.
Pemerintah Bashar kini menghadapi tuduhan baru Barat, yang mengungkapkan industri kimia klorin di desa kekuasaan pemberontak di propinsi Hama pada tengah bulan lalu.
Suriah tidak diharuskan menyatakan persediaan klorin, senyawa beracun tapi lemah, yang banyak digunakan untuk tujuan dagang dan rumah tangga.
Namun, penggunaannya untuk tujuan perang menjadi pelanggaran atas Konvensi Senjata Kimia dan OPCW pada bulan lalu mengumumkan satuan pencari bukti.
Lebih dari 162.000 orang tewas di Suriah sejak pecah perang saudara 2011, kata Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia dalam jumlah korban tewas baru terbitan Senin.
Kelompok pemantau berpusat di Inggris itu, yang bergantung pada jaringan sumber di lapangan, menyatakan mengumpulkan jumlah kematian dari 162.402 orang.
Di antara mereka adalah 53.978 warga, termasuk 8.607 anak-anak.
Kelompok itu menyatakan 42.701 anggota lawan bersenjata tewas,
termasuk lebih dari 13.500 pejuang dari kelompok jihad, seperti, terkait Alqaida -Kubu An Nusra- dan Negara Islam Irak dan Laut Tengah Timur atau ISIL.
Angka terkini itu mencakup 61.170 tentara pemerintah, 37.685 dari mereka tentara dan 23.485 anggota milisi pendukung pemerintah, demikian AFP.
(B002)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014