Kami bersyukur, sebenarnya itu bukan saya pribadi yang melakukan, tetapi ini kerja dari tim
Jakarta (ANTARA) - Sembilan orang periset dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah mencapai prestasi luar biasa dengan masuk ke dalam daftar "Top 2% World Ranking Scientist" versi Stanford University dan Elsevier.
Kesembilan orang tersebut adalah Danny H. Natawidjaja (Geochemistry & Geophysics - Earth & Environmental Sciences), Ratih Pangestuti (Medicinal & Biomolecular Chemistry - Agriculture, Fisheries & Forestry), Muhammad Reza Cordova (Marine Biology & Hydrobiology - Biology), dan Andri Frediansyah (General Physics - Clinical Medicine).
Kemudian, Ahmad Najib Burhani (Cultural Studies - Social Sciences), Rezzy Eko Caraka (Artificial Intelligence & Image Processing - Information & Communication Technologies), Zulvikar Syambani Ulhaq (Ophthalmology & Optometry - Clinical Medicine), Muhammad Adly Rahandi Lubis (Forestry - Agriculture, Fisheries & Forestry), serta Agung Dwi Laksono (General & Internal Medicine - Clinical Medicine).
"Kami bersyukur, sebenarnya itu bukan saya pribadi yang melakukan, tetapi ini kerja dari tim. Tanpa dari adanya tim, kami tidak bisa melakukan sampai tahap tersebut," kata Muhammad Reza Cordova, salah seorang peneliti yang termasuk ke dalam daftar tersebut melalui siaran di kanal YouTube BRIN di Jakarta, Selasa.
Reza mengatakan dirinya berhasil masuk ke dalam daftar tersebut atas penelitian terkait sampah laut mikroplastik yang dilakukannya sejak 2015 hingga tahun ini.
Menurutnya, jika seseorang sudah memilih jalan hidupnya untuk menjadi seorang akademisi atau periset, maka seseorang tersebut harus mengupayakan yang terbaik untuk dapat dilakukan dan berkontribusi di bidang tersebut.
Baca juga: BRIN apresiasi periset Indonesia lewat Sarwono Award 2024
Baca juga: Periset BRIN paparkan potensi etnobotani dalam memakmurkan Indonesia
"Kita harus eager (berkeinginan kuat) dari sana, kita harus tetap dan konsisten untuk melakukan hal tersebut. Tanpa adanya konsisten, tanpa adanya disiplin, kita tidak akan bisa melakukannya,"
Profesor riset yang baru berusia 38 tahun itu berpesan kepada para generasi muda yang kini menjadi saintis atau bercita-cita menjadi periset agar selalu menghargai kerja tim, karena manusia merupakan makhluk sosial, dan senantiasa mengembangkan jejaring yang sewaktu-waktu bisa bermanfaat dalam menyelesaikan penelitian.
Terkait hal tersebut, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko menyampaikan apresiasinya atas prestasi para periset tersebut. Ia menilai adanya pengakuan ini bisa menjadi motivasi bagi seluruh komunitas periset Indonesia, dan khususnya sivitas BRIN untuk terus melakukan riset yang berdampak luas.
"Kami bangga dengan pencapaian para peneliti BRIN yang berhasil masuk dalam jajaran ilmuwan dunia. Ini membuktikan bahwa riset-riset yang dilakukan di Indonesia tidak hanya berdaya saing nasional, tetapi juga internasional," ujarnya.
Menurut Handoko, pencapaian ini menjadi bukti nyata dari kualitas dan kompetensi peneliti BRIN di berbagai bidang penelitian, mulai dari ilmu hayati, teknologi informasi, fisika, hingga kimia.
Di samping itu, hal ini juga menunjukkan bahwa BRIN berhasil menciptakan ekosistem penelitian yang mendukung para ilmuwan untuk menghasilkan karya yang diakui secara global.
Sebagai informasi, pemeringkatan yang diterbitkan oleh Stanford University dan dipublikasikan oleh Elsevier ini menggunakan metrik berbasis dampak ilmiah, seperti jumlah publikasi dan sitasi, serta pengaruh jangka panjang dari karya-karya ilmiah yang dihasilkan oleh para periset di berbagai bidang.
Para ilmuwan yang masuk dalam daftar tersebut adalah mereka yang memiliki pengaruh signifikan dalam komunitas ilmiah global melalui kontribusi riset yang inovatif dan berkelanjutan.
Baca juga: PPI beri penghargaan kepada 16 periset muda
Baca juga: Periset: Indonesia perlu melakukan diversifikasi bahan bakar nabati
Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024