Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional Yadi Sofyan Noor menilai bahwa hal wajar apabila petani menikmati harga beras tinggi karena merupakan hasil jerih payah mereka selama bercocok tanam.

Yadi turut menanggapi pernyataan World Bank yang menyatakan bahwa harga beras Indonesia jauh lebih tinggi karena petani kurang sejahtera. Baginya, hal itu merupakan pernyataan yang salah besar.

"Justru saya bertanya apa kontribusi World Bank untuk beras Indonesia? Faktanya, tingginya harga beras menunjukkan daya beli petani dalam kondisi baik. Ini juga merupakan sinyal bagus untuk petani yang terus berproduksi," kata Yadi dalam keterangan di Jakarta, Senin.

Yadi menilai tingginya harga beras di Indonesia merupakan sinyal yang sangat bagus bagi para petani yang setiap hari terus berproduksi. Dengan begitu, petani bisa menikmati hasil keringatnya sendiri.

"Saat ini di lapangan harga GKP (gabah kering panen) antara Rp6.500 (per kilogram) sampai dengan Rp7.000 (per kg). Jadi, masih aman. Kalau urusan beras sudah urusan penggilingan padi dan pedagang," ujar Yadi.

Yadi mengatakan parameter naiknya kesejahteraan petani bisa dilihat dari berbagai rilis resmi Badan Pusat Statistik (BPS) baik mengenai Nilai Tukar Petani (NTP) maupun Nilai Tukar Usaha Petani (NTUP) yang cenderung mengalami kenaikan dari waktu ke waktu.

Bahkan tahun ini, kenaikan NTP merupakan yang tertinggi selama 10 tahun terakhir, di mana NTP pada periode awal Presiden Joko Widodo menjabat hanya sebesar 102,87 atau kenaikannya hanya 0,50 persen.

Sedangkan NTP pada tahun ini rata-rata angkanya sangat tinggi, di mana NTP bulan April menjadi yang tertinggi yaitu sebesar 137,77 atau naik 0,40 persen. Begitu juga dengan bulan Agustus yang mencapai 138,91 atau naik 0,76 persen.

"Kalau kita bandingkan dengan periode awal Presiden Jokowi pada 2014 lalu, NTP tahun ini merupakan yang tertinggi dalam 10 tahun terakhir," katanya.

BPS merilis kenaikan NTP rata-rata dipengaruhi komoditas gabah. Kenaikan NTP merupakan bukti bahwa komoditas beras selama ini masih menjadi tumpuan sekaligus harapan petani yang sangat menjanjikan terutama dalam hal peningkatan daya saing komoditas, peluang pasar ekspor dan upaya mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

"NTP merupakan indikator utama meningkatnya kesejahteraan petani di Indonesia. NTP juga merupakan bagian penting dalam menentukan sebuah kebijakan yang berfokus pada produksi," terang Yadi.

Senada dengan Badan Pangan Nasional (Bapanas) juga menyatakan bahwa kenaikan harga beras menjadi masa-masa yang paling membahagiakan bagi para petani Indonesia.

Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan Bapanas Rachmi Widiriani mengatakan bahwa tingginya harga beras merupakan imbas dari biaya produksi yang juga semakin tinggi.

Karena itu, dia menyebut para petani memiliki hak mendapatkan keuntungan.

"Petani berhak mendapatkan keuntungan. Saat ini sebetulnya saat-saat yang membahagiakan petani, karena harga gabah mereka dibeli di atas HPP (Harga Pembelian Pemerintah)," kata Rachmi.

Baca juga: Bapanas: Harga beras Indonesia tinggi karena biaya produksi yang besar
Baca juga: KTNA harap pemerintah jaga harga gabah tak anjlok saat panen raya
Baca juga: KTNA harap alokasi pupuk Rp54 triliun wujudkan swasembada pangan

 

Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2024