Jakarta, 21 Mei 2014 (ANTARA) - Kemilau cahaya mutiara alam laut selatan dari Indonesia (Indonesian South Sea Pearl/ISSP) belum diikuti dengan ketenaran namanya di dunia bisnis mutiara internasional. Padahal mutiara di Indonesia menyimpan potensi ekonomi yang sangat tinggi, di mana Indonesia telah menjadi produsen terbesar penghasil mutiara laut selatan sejak tahun 2005. Indonesia menguasai 50 persen dari total produksi mutiara dunia dan nilai ekspornya telah menyentuh angka 29 juta dolar AS. Nilai tesebut masih berpotensi untuk ditingkatkan, mengingat Indonesia memiliki dan menguasai faktor-faktor pendukung seperti areal budidaya, tenaga kerja, peralatan pendukung dan teknologi. Oleh karena itu, pemerintah akan terus mendorong promosi ISSP secara intensif dan tepat agar dapat meningkatkan perekonomian nasional. Demikian disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C. Sutardjo di Jakarta, Rabu (21/5).

Pemerintah bersama pelaku usaha terus berupaya mendorong promosi dan mempercepat industrialisasi mutiara yang bernilai tambah. Beberapa upaya telah dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bekerjasama dengan beberapa asosiasi pengusaha dan pembudidaya mutiara Indonesia. Salah satunya melalui penyelenggaraan pameran Festival Mutiara Indonesia (Indonesian Pearl Festival/IPF) yang telah memasuki tahun keempat. Tahun ini pameran tersebut akan dihelat pada tanggal 27 – 29 Agustus 2014 dalam rangkaian acara Marine and Fisheries Exposition and Seminar di Jakarta Convention Centre, Jakarta. “Selain itu, untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat, bulan September lalu telah diterbitkan buku ISSP yang merupakan buku pertama di Indonesia mengenai mutiara laut selatan”, ujar Sharif.

Sharif menjelaskan, mutiara merupakan salah satu komoditas unggulan sektor kelautan dan perikanan yang memiliki prospek pengembangan usaha sangat baik. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan permintaan perhiasan dari mutiara dan harganya yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. “Pada sisi perdagangan, Indonesia menempati urutan ke-9 dunia atau 2,07 persen dari total nilai ekspor mutiara di dunia yang mencapai 1,4 miliar dolar AS.Negara tujuan ekspor meliputi Jepang, Hongkong, Australia, Korea Selatan, Thailand, Swiss, India, Selandia Baru dan Perancis”, ungkap Sharif.

Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Saut P. Hutagalung menjelaskan, pasar mutiara dunia didominasi empat jenis mutiara, yaitu Mutiara Laut Selatan (South Sea Pearl) dengan negara produsen adalah Indonesia, Australia, Filipina dan Myanmar, dengan produksi per tahun sebesar 10-12 ton. Kedua, Mutiara Air Tawar (Fresh Water Pearl) dengan negara produsen adalah Tiongkok, dengan produksi per tahun sebesar 1.500 ton. Ketiga, Mutiara Akoya (Akoya Pearl) dengan negara produsen adalah Jepang dan Tiongkok dengan produksi per tahun sebesar 15-20 ton. Keempat, Mutiara Hitam (Black Pearl) dengan negara produsen adalah Tahiti dengan produksi per tahun sebesar 8-10 ton.

Menurut Saut, usaha industri budidaya mutiara di Indonesia telah ada sejak tahun 1970. Sekitar 70 pengusaha penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman modal asing (PMA) dari Jepang dan Australia yang menggandeng pengusaha Indonesia mulai menggeluti dunia budidaya mutiara di perairan Indonesia. “Dengan majunya teknologi dan potensi sumber alam yang luar biasa, maka Indonesia mengungguli industri mutiara dan berhasil menjadi produsen mutiara laut selatan sejak tahun 2005 sampai dengan kini”, jelas Saut.

Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Anang Noegroho, Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (HP. 0811806244)

Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2014