Los Angeles (ANTARA) - Dengan kesenjangan antara tingkat pendapatan dan harga perumahan yang terus melebar, pasar perumahan AS menjadi semakin tidak terjangkau bagi pembeli rumah di semua level pendapatan, sebuah tren yang menurut para ahli meningkat sejak pandemi.
Keterjangkauan perumahan di AS tahun lalu mencapai rekor terendah sejak pengumpulan data dimulai pada 1989. Melonjaknya suku bunga hipotek, yang rata-rata mencapai tujuh persen pada 2023, memperburuk situasi tersebut, menurut data terbaru dari Asosiasi Agen Properti Nasional (National Association of Realtors/NAR) AS.
Indeks Keterjangkauan Perumahan (Housing Affordability Index/HAI) NAR untuk Juli 2024 turun di bawah angka 100 di tingkat nasional, yang menunjukkan bahwa keluarga AS saat ini berpenghasilan lebih rendah daripada yang dibutuhkan untuk membeli rumah dengan harga rata-rata, kata Nadia Evangelou, ekonom senior dan direktur penelitian real estat NAR, dalam analisis pertengahan September 2024 lalu. Indeks ini mengalami penurunan selama empat bulan berturut-turut.
Secara regional, wilayah AS Barat merupakan wilayah dengan harga perumahan yang paling tidak terjangkau dengan indeks 69,1, diikuti oleh wilayah AS Timur Laut di angka 87,9. Sementara itu, wilayah AS Barat Tengah masih menjadi yang paling terjangkau, dengan indeks 122,3, ungkap data NAR yang dirilis pada Juli 2024.
Pandemi COVID-19, yang merebak pada awal 2020, memperparah krisis keterjangkauan ini. Pada 2019, 59,2 persen rumah tangga di AS mampu membeli rumah dengan harga median, tetapi pada 2024, angkanya anjlok menjadi 32,6 persen.
Para penyewa bernasib lebih buruk lagi, dengan tingkat keterjangkauan turun dari 41,7 persen pada 2019 menjadi hanya 17,2 persen pada 2024, demikian hasil analisis Evangelou.
Pada April 2024, Montana dan Idaho melampaui California sebagai negara bagian yang paling tidak terjangkau bagi pembeli rumah lokal, dengan Hawaii dan Oregon masuk dalam lima besar, menurut Skor Distribusi Keterjangkauan NAR. Skor ini, yang menilai keterjangkauan di berbagai level pendapatan, tidak hanya pendapatan rata-rata, menganalisis data dari semua negara bagian AS dan 100 wilayah metropolitan terbesar. Skor satu menunjukkan rumah di pasar terjangkau oleh rumah tangga sesuai dengan tingkat pendapatan mereka, sementara nol berarti tidak ada rumah tangga yang mampu membeli rumah yang tersedia di pasar.
Sejak April 2022, semua negara bagian di AS memiliki skor di bawah satu, dengan Montana berada di urutan terbawah dengan skor 0,38 dan Iowa berada di urutan teratas dengan skor 0,89.
Di tingkat metropolitan, Los Angeles-Long Beach memimpin sebagai wilayah metropolitan yang paling tidak terjangkau dengan skor hanya 0,28, diikuti oleh wilayah Southern California lainnya: Oxnard-Thousand Oaks-Ventura (0,31) dan San Diego-Carlsbad (0,32).
Terlepas dari reputasinya yang terkenal dengan biaya hidup yang tinggi, wilayah metropolitan New York-Newark bernasib lebih baik, dengan skor 0,4.
Harga perumahan di California telah lama lebih tinggi dari rata-rata nasional. Dalam beberapa tahun terakhir, harganya meningkat secara substansial. Bahkan di beberapa daerah, angkanya tumbuh dengan kecepatan pesat.
Sebuah laporan dari Kantor Analis Legislatif California bulan lalu menyoroti bahwa harga rumah di negara bagian tersebut pada saat ini kira-kira dua kali lebih mahal daripada harga rumah pada umumnya di AS. Sejak 2020, dampak gabungan dari kenaikan harga rumah dan suku bunga KPR membuat kepemilikan rumah di California semakin tidak terjangkau, dengan biaya perumahan yang jauh melampaui pertumbuhan upah.
Tren ini sejalan dengan laporan Juni dari Pusat Studi Perumahan Bersama (Joint Center for Housing Studies) Universitas Harvard, yang menemukan bahwa harga rumah secara nasional telah naik sebesar 47 persen sejak level sebelum pandemi, yang berdampak pada 97 dari 100 pasar perumahan teratas pada awal 2024.
Beberapa faktor berkontribusi pada situasi keterjangkauan yang memburuk ini. Mulai 2022, ketika Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga, suku bunga hipotek menjadi pendorong utama kenaikan biaya.
Selain itu, kekurangan perumahan yang signifikan, akibat dari kurangnya pembangunan selama bertahun-tahun sejak 2008, semakin mendorong kenaikan harga.
"Suku bunga hipotek yang tinggi dan harga rumah yang terus meningkat mendorong kepemilikan rumah semakin jauh dari jangkauan jutaan pembeli potensial pada 2024," kata para peneliti Harvard.
Penerjemah: Xinhua
Editor: Azis Kurmala
Copyright © ANTARA 2024