"Ada budaya mengundang orang dengan sirih dan rokok, pulang dibawakan rokok juga. Di masjid juga diedarkan asbak," kata Gubernur ketika menerima rombongan Press Tour Kementerian Kesehatan 2014 di Padang, Sumatera Barat, Selasa.
Hambatan budaya itu disebut Irwan menjadikan penerapan perda anti rokok menjadi lebih sulit karena merokok telah menjadi kebiasaan yang turun menurun.
Bahkan di salah satu daerah yang cuacanya dingin, merokok merupakan kebiasaan yang dilakukan masyarakat setempat untuk menghangatkan badan.
"Di daerah-daerah dingin ini semua merokok, pria merokok, wanita merokok dan bahkan anak-anak," ujar Irwan.
Perda rokok provinsi Sumbar dikeluarkan sejak tahun 2011 dan seluruh kabupaten/kota juga telah mengeluarkan perda turunan dengan tiga daerah yang dinilai paling sukses adalah Padang Panjang, Payakumbuh dan Bukittinggi.
Padang Panjang bahkan berhasil menerapkan peraturan yang melarang iklan rokok di luar ruangan begitu juga penerapan kawasan tanpa rokok (KTR) yang dipatuhi.
Sedangkan kabupaten/kota lain belum bertindak sejauh pelarangan iklan rokok meskipun penerapan KTR juga telah sukses dilakukan.
Sebagai Gubernur, Irwan mengaku tidak dapat memaksakan seluruh daerah untuk memberlakukan larangan iklan rokok karena terbentur oleh otonomi daerah.
"Dinamika itu bisa dimaklumi karena berkaitan dengan DPRD, iklan rokok berkaitan dengan PAD (pendapatan asli daerah)," katanya.
Pemerintah provinsi tidak bisa memaksakan aturan tertentu karena kabupaten/kota memiliki otoritas sendiri.
"Target kita orang merokok mengikuti aturan KTR saja sudah cukup menggembirakan, kami masih mensosialisasikan terus menerus," kata Irwan.
Setelah tiga tahun perda rokok berjalan, Irwan mengatakan terus terjadi peningkatan cakupan daerah yang menerapkan KTR.
(A043/I007)
Pewarta: Arie Novarina
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014