London (ANTARA News) - Pada diri Louis van Gaal, Manchester United mendapati seorang manajer yang mau menghormati tradisi mereka namun juga bakal meninggalkan jejak bagus di klub ini.
Van Gaal dalam banyak hal adalah antitesis dari pendahulunya, David Moyes.
Ketika Moyes hanya menjanjikan kerja keras, Van Gaal malah bertabur pengalaman dan medali dari Belanda, Spanyol dan Jerman, di samping penghargaan lain.
Pria Belanda berusia 62 tahun ini juga suka bicara terus terang.
"Bravo kalian telah mengontrak pelatih terbaik di dunia," kata van Gaal saat dipromosikan sebagai pelatih kepala Ajax pada 1991, setelah bertahun-tahun berada dalam bayang-bayang Leo Beenhakker.
Saat tiba di Barcelona setelah melatih Ajax di mana dia membawa klub itu ke kejayaan Liga Champions pada 1995, dia berkata, "Saya telah memenangi lebih banyak gelar di Ajax dalam enam tahun ketimbang Barca selama seabad."
Pengalamannya selaras dengan keinginan United karena memiliki rekam jejak sebagai pemoles pemain muda.
Kedua pelatih terbesar United, Matt Busby dan Alex Ferguson, membangun kesuksesannya di bawah pilar pemain muda didikan lokal dan Van Gaal menunjukkan keberanian serupa dalam mempromosikan bakat-bakat muda.
Masanya di Ajax bertepatan dengan lahirnya generasi luar biasa pemain Belanda seperti Edgar Davids, Patrick Kluivert, De Boer bersaudara, dan Clarence Seedorf.
Di Barcelona dia melesatkan Xavi dan Andres Iniesta, sedangkan di Bayern Munchen dia membesarkan David Alaba dan Thomas Muller.
"Saya guru olah raga. Saya selalu menyenangi bekerja bersama para pemain muda," terang Van Gaal yang menyebut dirinya "pelatih soal hubungan".
Nama tak jadi masalah
Dia juga telah memainkan peran sentral dalam mengasah dua pelatih terkemuka dunia saat ini yang pernah dimentorinya, masing-masing Jose Mourinho di Barcelona sebagai asisten pelatih dan Pep Guardiola yang saat itu dia tunjuk sebagai kapten tim.
Para penggemar United akan mengapresiasi komitmen Van Gaal pada sepak bola menyerang, kendati formasi favoritnya 4-3-3 tak mudah diterapkan.
Dalam soal taktik dia ternyata tidak fleksibel. Van Gaal pernah berkata kepada Voetbal
International pada 2010, "Saya selalu mengamati pemain yang mampu beradaptasi dengan 4-3-3 saya. Formasi ini adalah untuk pemain yang beradaptasi dengan sistem saya."
Sebagai orang yang memegang teguh disiplin, Van Gaal diperkirakan akan mencoba para pemain MU yang tidak pernah diturunkan penuh semasa Moyes.
Rivaldo, Franck Ribery, Wesley Sneijder, Luca Toni dan Gerard Pique adalah para pemain yang menjadi korban ketajaman kata-katanya.
"Menempatkan para pemain bintang di bangku cadangan atau mengkritik mereka di depan umum adalah caranya dalam menegaskan kewenangannya," kata Kluivert yang menjadi asisten Van Gaal di Timnas Belanda sekarang.
"Bagi dia, singkatnya, nama tak menjadi masalah. Hanya bakat dan penampilan yang penting," kata Kluivert.
Cerita pun meluncur ketika Pique yang saat itu berumur 14, kakeknya, dan seorang direktur Barcelona, mengundang makan siang Van Gaal.
Tanpa basa-basi, Van Gaal meminggirkan Pique dengan menghardik, "Kamu terlalu lemah untuk menjadi bek Barcelona!" Pique membuktikan Van Gaal salah, tapi setelah dia menangguk banyak pengalaman.
Sebagai gelandang muda di Ajax pada awal 1970-an, Van Gaal yang kelahiran Amsterdam menyaksikan perkembangan para superstar masa depan seperti Johan Cruyff dan Johan Neeskens dari jarak dekat.
Dia tak pernah memiliki karir bermain yang cemerlang, namun sebagai pelatih dia adalah orang yang bahkan para superstar pun belajar takut kepadanya, demikian AFP.
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2014