Jakarta (ANTARA) - Setiap film yang akan ditayangkan di Indonesia harus menjalani uji sensor terlebih dahulu demi melindungi penonton dari konten yang berbahaya dan tidak pantas, sesuai norma dan nilai yang berlaku.

Sesuai Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 14 Tahun 2019 tentang Pedoman dan Kriteria Penyensoran, pihak penyensor akan melakukan penelitian dan penilaian untuk menentukan kelayakan serta penggolongan usia, dengan memperhatikan acuan utama dan acuan pendukung.

Hal itu diperlukan karena film tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi sarana pembelajaran dalam menyampaikan pesan moral yang dapat mempengaruhi cara berpikir dan perilaku seseorang.

Lembaga Sensor Film (LSF) terus mengajak masyarakat untuk lebih bijak dalam memilih film, terutama untuk anak-anak yang memerlukan bimbingan dari orang tua agar dapat menghindari penayangan yang tidak sesuai, termasuk dalam hal bahasa, kekerasan dan diskriminasi, serta konten pornografi.

1. Melindungi anak-anak dan remaja

Salah satu alasan utama untuk melakukan sensor adalah untuk melindungi anak-anak dan remaja dari konten yang tidak pantas. Terdapat beberapa film yang mengandung adegan kekerasan, pornografi, atau penggunaan obat-obatan, yang bisa menimbulkan negatif pada perkembangan mental dan moral mereka.

Dengan adanya sensor, orang tua dapat lebih mudah memilih film yang sesuai untuk anak-anak mereka. Karena pada dasarnya setiap anak berhak untuk bisa hidup, bertumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya.

2. Mempertahankan nilai-nilai budaya

Setiap negara memiliki nilai-nilai dan norma budaya yang berbeda. Sensor film dapat membantu mempertahankan nilai-nilai tersebut, mencegah penyebaran konten yang dianggap merusak atau bertentangan dengan budaya lokal.

Untuk mempertahankan nilai budaya, lembaga sensor film harus melakukan penyaringan terkait bahasa yang digunakan oleh film tersebut. Penggunaan bahasa dapat berpengaruh terhadap bahasa lisan maupun tulisan.


3. Perlindungan terhadap konten sensitif

Beberapa film mengangkat tema-tema yang sensitif, seperti kekerasan, diskriminasi, atau masalah sosial lainnya.

Sensor diperlukan untuk menghindari trauma atau dampak psikologis yang mungkin dialami oleh penonton, terutama bagi mereka yang memiliki pengalaman pribadi terkait dengan hal tersebut. Sensor juga dapat memberikan perlindungan kepada anak di bawah umur.


4. Menjaga kesehatan mental penonton

Alur jalan cerita sebuah film, terkadang dapat mempengaruhi emosional dan kesehatan mental bagi penonton. Dengan adanya sensor bisa membantu menjaga konten yang mungkin dapat memicu kecemasan atau depresi, sehingga penonton dapat menikmati film tanpa merasa tertekan atau depresi.


Baca juga: Mengenal fungsi dan tugas Lembaga Sensor Film Indonesia

Baca juga: LSF: Proses penyensoran film hormati kebebasan kreatif

Baca juga: Komitmen anggota LSF budayakan sensor mandiri

Pewarta: Sean Anggiatheda Sitorus
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2024