Bukan berarti yang buruk itu selamanya buruk, tidak semua pandangan manusia itu benar. Kita tidak lihat dari satu sisi saja, pasti ada nilai kebaikannya
Jambi (ANTARA) - Lantunan surah-surah pendek dari kitab suci Al Quran terdengar bersahut-sahutan dari sudut mushalla berwarna putih yang baru dibangun pada tahun lalu itu.
Beberapa anak duduk berkelompok, mengelilingi guru mengaji mereka. Dua ustadz dan seorang ustadzah memandu anak-anak itu menghafal ayat demi ayat.
Masing-masing murid mulai menyetor hafalan surah, sambil diselingi obrolan ringan dan canda tawa.
Belum banyak yang tahu keberadaan mushalla ini, letaknya di kawasan yang kontroversial itu diapit oleh padatnya bangunan rumah warga.
Mushalla Al-Arva menjadi satu-satunya tempat ibadah yang berdiri di tengah-tengah kawasan eks lokalisasi Payo Sigadung, Kota Jambi.
Letaknya tepat di Jalan Syailendra Gang 5, Kelurahan Rawasari, Alam Barajo. Mushalla ini dibangun secara sukarela oleh salah seorang warga. Wiwin AS namanya. Perempuan berusia 34 tahun ini mendirikan mushalla di atas bangunan bekas room dan bar di kawasan lokalisasi.
Kepada ANTARA, Wiwin bercerita bagaimana awalnya mushalla ini bisa terbangun, yang kemudian saat ini juga menjadi tempat pendidikan Al Quran.
Ide membangun mushalla berawal dari rengekan anak bungsunya. Saat itu, Arva, anak Wiwin, selalu meminta dibangunkan sebuah masjid karena dia gemar bermain dan mewarnai gambar kubah.
"Bunda, kapan kita buat masjid," celetuk Wiwin menirukan permintaan putra bungsunya kala itu.
"Besok kita buat ya, Sayang," kata Wiwin mengulang kembali obrolannya bersama Arva beberapa waktu lalu.
Setiap permintaan itu keluar dari mulut putranya, Wiwin hanya mengiyakan. Sampai suatu hari dia termenung sembari melihat bekas bangunan bar milik orang tuanya.
Mulai saat itu, terlintas keinginan membangun rumah ibadah. Meski bukan masjid besar, kelak mushalla ini menjadi cahaya bagi masyarakat dan anak-anak sekitar.
November 2023, awal mula pembangunan Mushalla Al-Arva. Secara perlahan pembangunan dimulai menggunakan dana pribadinya.
Ekspektasi Wiwin tidak terlalu tinggi, mushalla mungil itu dapat menjadi tempat singgah dan beribadah masyarakat sekitar atau siapa saja yang ingin beribadah di dalamnya.
Kegiatan mushalla mulai aktif sejak Februari 2024. Masyarakat mulai datang untuk shalat. Anak-anak sekitar mulai meramaikan mushalla ini setiap waktu.
Mendatangkan empat guru
Pada Ramadhan lalu, anak-anak sekitar yang memanfaatkan mushalla sebagai sarana belajar dan bermain, mulai mengajukan permintaan kepada Wiwin.
Mereka meminta dibukanya pengajaran Al Quran. Tanpa pikir panjang, Wiwin memenuhinya. Dia mendatangkan empat orang guru ngaji.
Membayar empat orang guru mengaji itu, Wiwin menggunakan uang pribadinya. Pendidikan untuk anak-anak di Mushalla Al-Arva ini diberikan secara gratis oleh Wiwin untuk anak-anak di lingkungannya.
Dia berharap, dengan tidak membebankan biaya kepada anak-anak itu, mereka bersemangat mengaji. Apalagi Wiwin tidak ingin memberatkan orangtua yang anaknya mengaji di mushalla itu.
"Mereka bersemangat mengaji saja sudah menjadi kabar gembira, yang penting anak-anak mau mengaji, belajar agama dari mushalla ini," terang Wiwin.
Hadir di tengah lokalisasi, keberadaan Mushalla Al Arva dan tempat pendidikan Al Quran tidak semulus yang dikira.
Wiwin mengatakan polemik pasti ada, pro dan kontra hal yang biasa mengingat mereka tinggal di lingkungan sedikit berbeda.
Dia kerap berhadapan dengan orang tua yang belum mengizinkan anaknya menimba ilmu agama di mushalla itu. Pelan-pelan, Wiwin biasa membujuk orang tua murid agar mengizinkan anaknya belajar di mushalla.
Perbedaan pandangan itu tidak menyurutkan niatnya. Melihat anak-anak bersemangat mengaji dan menimba ilmu agama, Wiwin makin percaya bahwa Tuhan akan mempermudah jalannya.
Tekadnya untuk mengubah potret tempat tinggalnya di mata masyarakat luas sudah tidak bisa ditawar lagi. Apalagi keberadaan mushalla serta program agamanya akhirnya disambut suka cita banyak warga setempat.
Tiap sore, Mushalla Al Arva selalu ramai dengan suara anak-anak. Mereka juga mengerjakan shalat wajib di mushalla itu.
Selepas waktu shalat Ashar, anak-anak biasanya mulai berdatangan. Wiwin juga sering menyambut kedatangan mereka jika tidak ada kesibukan lain.
Anak-anak yang tinggal di eks lokalisasi Payo Sigadung itu bermain-main di sekitar mushalla sambil menunggu kedatangan ustadz dan ustadzah. Beberapa dari mereka mulai membuka juz amma, mengulangi hafalan sebelumnya.
Sekitar 40 anak berusia 5 tahun sampai dengan remaja memanfaatkan Mushalla Al Arva untuk mengaji bersama.
Bahkan juga terdapat beberapa anak dari luar kawasan eks lokalisasi yang mulai belajar mengaji di mushalla itu.
"Ada beberapa anak dari wanita pekerja seks komersial di sini, ada dari penduduk biasa, dan yang tinggal di luar lokalisasi," kata Wiwin.
Sebelum mengaji, seorang murid bernama Ledia sempat bercerita tentang kegembiraannya sejak hadirnya Mushalla Al-Arva.
Ledia dan teman-temannya terlihat bersemangat mengaji di sana. Dia bersyukur dengan program mushalla yang membawa pengaruh baik bagi anak sekitar.
Ledia mengatakan meski tinggal di lingkungan lokalisasi, itu tidak membuat dirinya dan anak-anak lain terpengaruh dengan sekitar. Orang tuanya juga mendukung dirinya belajar mengaji di sini.
Aktivitas mengaji di Mushalla Al-Arva ini membuat anak-anak kini memiliki kegiatan positif. Selain mengaji, mereka juga mendapatkan materi-materi keagamaan lainnya sehingga memperkaya pengetahuan agama dan akhlak anak-anak.
Makan malam gratis
Tidak saja mendatangkan guru ngaji gratis bagi anak-anak di lingkungan prostitusi itu, Wiwin juga memberikan makanan gratis bagi seluruh murid yang belajar.
Setiap malam, selepas shalat isya, anak-anak bisa menikmati sajian makan malam yang telah disiapkan oleh Wiwin.
Makan malam gratis ini juga bagian dari cara Wiwin mengajak anak-anak agar lebih bersemangat mengaji.
Menu makan sederhana, namun sesekali sedikit mewah disajikan tiap malam. Anak-anak, kata Wiwin, terlihat selalu bahagia saat jam makan malam tiba.
"Itu salah satu yang ditunggu mereka juga, makan malam gratis," katanya.
Dalam sehari, dia menyiapkan 20 sampai dengan 40 porsi makan malam. Bagi Wiwin, ini tidak masalah dilakukannya asalkan anak-anak bisa lebih bersemangat belajar agama.
Langkah Wiwin membangun mushalla di lingkungan ini juga membuat para pengajar juga bangga.
Guru di Mushalla Al- Arva Khozin Nawawi mengatakan awalnya dia mengetahui keberadaan mushalla ini dari temannya yang lebih dulu mengajar di sini. Kemudian dia diajak untuk bergabung.
"Waktu itu baru dibangun, ustadzah cerita mengajak kolaborasi membantu mengajar," katanya.
Mengajar ilmu agama, kata Khozin, tidak memandang seperti apa lingkungannya. Mengubah pandangan masyarakat terhadap lokasi ini melalui pendidikan agama bagi anak-anak yang hidup di dalamnya bisa menjadi cara agar tempat ini tidak dipandang sebelah mata.
"Bukan berarti yang buruk itu selamanya buruk, tidak semua pandangan manusia itu benar. Kita tidak lihat dari satu sisi saja, pasti ada nilai kebaikannya," terangnya.
Dia mengaku tidak ada perbedaan mengajar mengaji anak-anak di lokasi eks prostitusi dengan anak di luar lingkungan ini.
Namun, karena lingkungan dapat memengaruhi maka butuh dorongan lebih kuat kepada anak-anak untuk berkelanjutan belajar agama.
"Kurang lebih anak-anak itu sama. Akan tetapi, bedanya dengan tempat pengajian di luar salah satunya membedakan dorongan dari orangtua, bimbingan dari orangtua. Di sini butuh yang lebih kuat," katanya.
Dari Wiwin, harapan itu dibangun. Perlahan tapi pasti, ikhtiar memperkuat iman dan mendidik akhlak anak-anak di lingkungan eks lokasi prostitusi Payo Sigadung akan membuat pandangan masyarakat berubah.
Kini, melalui sentuhan tangan Wiwin, anak-anak yang tinggal di eks lokalisasi itu mulai mampu mengubah lingkungan tempat tinggalnya sebagai wahana membentuk anak-anak berakhlak dan berprestasi.
Editor: Achmad Zaenal M
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024