Gas bumi masih memainkan peran penting di negara berkembang, termasuk IndonesiaJakarta (ANTARA) - Transisi energi menjadi isu yang terus mengemuka. Diperkirakan terus berlanjut seiring tren global selaras dengan komitmen Indonesia untuk beralih ke energi bersih.
Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah, salah satunya gas bumi, menjadikan Indonesia berpotensi memainkan peranan penting dalam transisi energi tingkat kawasan (Asia Tenggara).
Indonesia telah berkomitmen mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen pada tahun 2030 dan hingga 41 persen dengan dukungan internasional, termasuk teknologi dan keuangan.
Sektor energi sendiri telah berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 314 juta ton CO2e menjadi 398 juta ton CO2e pada tahun 2030, melalui pengembangan energi terbarukan, penerapan konservasi energi, serta penerapan teknologi energi bersih. Karena itulah, peran gas bumi sebagai jembatan menuju energi transisi sangat penting.
Sejak pertama kali diproduksikan tahun 1965, kebutuhan gas bumi untuk sektor industri dan rumah tangga di Indonesia terus meningkat. Sebelumnya, gas lebih banyak digunakan untuk tujuan ekspor.
Saat ini, lebih dari 60 persen produksi gas Indonesia digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Dalam Rencana Umum Energi Nasional, gas bumi ditargetkan mencapai porsi 24 persen dalam bauran energi nasional tahun 2050. Cadangan gas bumi yang ada di tanah air, menjadi salah satu faktor penentu target tersebut.
Jadi benchmark
Pasar energi terbesar terbesar di Asia Tenggara ada di Indonesia, dan masih akan terus berkembang, karena negeri ini memiliki basis yang kuat.
Sumber daya alam yang dimiliki Indonesia luar biasa besar dan relatif murah. Selain gas bumi, ada geotermal (panas bumi), nature based solution (seperti Matahari, air, dan angin), termasuk nikel.
Di panggung dunia, akan tiba waktunya bagi Indonesia untuk dipandang sebagai benchmark transisi menuju energi bersih dan berkelanjutan, dan untuk saat ini sudah dimulai pada level kawasan (Asia Tenggara).
Maka menjadi momentum bagi negara-negara Asia Tenggara untuk memenuhi aspirasi rakyatnya dalam memperoleh energi yang lebih bersih di masa depan.
Salah satu langkah bisa diambil para penentu kebijakan, utamanya oleh pemerintahan Indonesia yang akan datang, adalah optimalisasi penggunaan gas bumi.
Gas bumi memiliki posisi istimewa karena dapat menjawab tantangan energi yang dihadapi, termasuk tahap krusial dalam transisi energi, karena kawasan Asia Tenggara (utamanya Indonesia) memiliki cadangan gas yang besar untuk terus dikembangkan.
Emisi karbon dioksida serta emisi lainnya pada gas relatif lebih rendah dibanding energi fosil lainnya (utamanya batu bara), menjadikan gas lebih ramah bagi keberlanjutan lingkungan hidup.
Pembangkit listrik tenaga gas bumi tingkat emisinya jauh lebih rendah, yaitu sepersepuluh emisi sulfur oksida, nitrogen oksida, partikel, serta metal berat dibanding batu bara.
Menurut data Badan Energi Internasional (IEA), cadangan gas bumi kawasan Asia Tenggara diperkirakan bisa memenuhi kebutuhan selama 2 abad ke depan dengan acuan tingkat konsumsi saat ini.
Asia Tenggara diperkirakan memiliki 7,5 tcf (triliun meter kubik) cadangan gas bumi yang telah terbukti, atau 3,5 persen dari total cadangan dunia.
Guna mencukupi kebutuhan energi yang terus meningkat di tengah pengurangan emisi, gas bumi akan menjadi andalan pada masa transisi energi. Sebab, energi fosil gas bumi rendah emisi dan efisien.
Di tengah tekanan dan tuntutan terhadap energi ramah lingkungan (green energy), gas bumi sebagai energi bersih akan memegang peranan penting sebagai “jembatan” menuju pemanfaatan energi hijau sepenuhnya.
Sumber energi bersih ini akan berkembang terutama di kawasan Asia Tenggara. Gas bumi masih memainkan peran penting di negara berkembang, termasuk Indonesia.
Indonesia menargetkan produksi gas bumi sebesar 12 BSCFD pada 2030. Berdasarkan pengukuran Neraca Gas Indonesia, diperkirakan ada potensi surplus untuk memasok kebutuhan industri baru di dalam negeri atau untuk diekspor.
Proyek Cisem
Gas bumi merupakan salah satu sumber energi andalan di era transisi energi, oleh karenanya diperlukan infrastruktur terintegrasi untuk bisa menyalurkan gas dari area sumber gas menuju area penerima manfaat, seperti kawasan industri dan konsumen rumah tangga.
Manfaat pembangunan infrastruktur jaringan gas, agar harga gas lebih terjangkau, dengan biaya (toll fee) lebih murah, guna memenuhi kebutuhan gas untuk industri, pembangkit listrik dan rumah tangga.
Saat ini sudah terbangun infrastruktur jaringan pipa gas Cisem (Cirebon – Semarang) tahap 1 dengan investasi Rp1,13 triliun. Kemudian dilanjutkan pembangunan Cisem tahap 2, untuk tahun 2024 membutuhkan investasi Rp1,33 triliun, dan untuk tahun 2025 membutuhkan investasi Rp2,01 triliun. Investasi lebih besar, karena jarak pipa yang dibangun juga lebih panjang.
Proyek Cisem merupakan proyek strategis nasional (PSN) dan bagian dari rencana interkoneksi pipa transmisi antara jaringan pipa transmisi Sumatera dan Jawa Bagian Barat dengan jaringan pipa transmisi Jawa Bagian Timur.
Interkoneksi pipa ini memperkuat rantai suplai pasokan gas bumi dan dapat diakses masyarakat dengan harga terjangkau secara berkelanjutan, terutama untuk kebutuhan sektor industri existing di sepanjang jalur pipa dan kawasan-kawasan industri yang akan segera beroperasi di beberapa wilayah, antara lain, Kawasan Industri Terpadu Batang dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kendal, serta kawasan industri lainnya yang sedang dalam proses pembangunan.
Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kembali menegaskan dukungannya terhadap pembangunan pipa transmisi gas bumi Cisem.
Kementerian ESDM berusaha mendukung sepenuhnya pembangunan Cisem Tahap I dan II selesai tepat waktu. Kementerian ESDM sudah mengidentifikasi sumber-sumber gas yang produksinya bisa dialirkan lewat pipa ini untuk memenuhi kebutuhan industri dan masyarakat.
Pembangunan pipa transmisi gas bumi Cisem bertujuan meningkatkan akses gas bumi bagi seluruh masyarakat maupun industri. Pipa transmisi ini diharapkan dapat meningkatkan aksesibilitas gas bumi yang sebagian besar berasal dari lapangan gas di Jawa Timur dapat sampai ke wilayah Jawa Tengah untuk memenuhi kebutuhan industri yang sedang berkembang.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam negeri, khususnya industri maupun pembangkit listrik, Pemerintah terus meningkatkan pembangunan infrastruktur dan pembangunan transmisi pipa gas.
Selain pipa Cirebon -- Semarang, penting dicatat adalah proyek West Natuna Transportation System (WNTS) -- Pemping dan Sei ruas Mangkei -- Dumai.
Selain itu, pengembangan pipa LNG skala kecil dan virtual untuk mengamankan pasokan energi di daerah-daerah yang terkendala faktor geografis, seperti di pulau-pulau kecil, terutama yang berlokasi di bagian Indonesia timur.
*) Penulis adalah Dosen UCIC, Cirebon
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024