Filosofi cinta tinju
Bagi Mateus, tinju lebih dari sekadar olahraga. Ada filosofi cinta yang mendalam di baliknya.
Tak hanya menonton atau menjajakan dagangan, dia rela menempuh perjalanan jauh demi hadir dalam setiap acara tinju.
Misal pada PON 2024. Dari Bogor di Jawa Barat, ke Pematang Siantar di Sumatera Utara, dia menempuh perjalanan dengan bus selama lima hari.
Kendala tak luput dia hadapi . Bus yang ia tumpangi beberapa kali mogok di jalan. Tapi semua itu tak menyurutkan semangatnya.
“Bukan cuma atlet yang menantikan PON, saya juga,” kata Mateus.
Meski kini usianya hampir 70 tahun, Mateus tetap setia menghadiri setiap kejuaraan tinju, yang skalanya beragam.
Baca juga: Boy Pohan berharap PON 2024 pacu wasit tinju lokal go internasional
Baginya, tinju adalah bagian dari hidup yang ia jalani dengan cinta, seperti cinta yang tak mengenal usia.
Suvenir yang dia buat juga bukan cuma barang jualan. Setiap pernak-pernik tinju yang ia ciptakan sarat makna.
Ukurannya yang bervariasi melambangkan kelas-kelas dalam tinju, dari kelas terbang mini, terbang, ringan, hingga kelas berat.
Hal menarik pada PON 2024, dia menyesuaikan dengan kelas-kelas yang dipertandingkan.
"Ini yang membuat suvenir untuk kelas berat tidak ada, karena PON 2024 kelas tertinggi ada di berat ringan," ujar Mateus, tentang suvenir untuk kelas berat yang tidak biasanya hilang dari lapaknya.
Oh iya, Mateus membuat gantungan kunci, kalung, hingga ikat pinggang yang semuanya bertema tinju dan dibuat dengan tangan, tanpa bantuan mesin.
Dari mulai mengukir bahan hingga mendempul dan melapisinya dengan fiber, semua dilakukannya sendirian. Harganya pun beragam mulai Rp15 ribu. Namun untuk harga tertinggi, dia enggan menyebutkan. "Ya, segitu lah," ujarnya sambil tertawa.
Baca juga: Jadwal tinju PON 2024: 20 pertandingan tersaji di partai puncak
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2024