Naskah Lontar Sritanjung perlu lebih diaktualisasikan agar naskah tersebut melekat dalam ingatan masyarakat
Banyuwangi (ANTARA) - Perpustakaan Nasional Republik Indonesia menetapkan Naskah Lontar Sritanjung berisi naskah yang berkisah mengenai Sri Tanjung tokoh legenda di Banyuwangi sebagai Ingatan Kolektif Nasional (Ikon).

Penetapan ini meneguhkan naskah Lontar Sritanjung sebagai bagian penting peradaban bangsa. Lontar Sritanjung karya sastra itu tersusun dalam larik puisi dan pernah populer dalam ritual pelantunan tembang.

"Usai ditetapkan, naskah Lontar Sritanjung perlu lebih diaktualisasikan agar naskah tersebut melekat dalam ingatan masyarakat. Jadi, jika orang mendengar nama Banyuwangi mereka akan teringat dengan cerita-ceritanya," kata Kepala Pusat Jasa Informasi Perpustakaan dan Pengelolaan Naskah Nusantara Perpustakaan Nasional RI Agus Suyoto dalam keterangannya di Banyuwangi, Jumat.

Puisi lirik yang terdapat dalam naskah tersebut merupakan bagian dari sejarah cerita lisan yang diwariskan dari satu generasi ke generasi di bawahnya oleh masyarakat Banyuwangi.

Para peneliti naskah kuno menganggap, naskah Lontar Sritanjung mengandung representasi antar budaya, misalnya Jawa dan Bali, termasuk juga dengan budaya-budaya lain di Indonesia.

Perpustakaan Nasional, kata Agus, gencar mencatatkan dan mengamankan manuskrip kuno untuk mempertegas identitas keindonesiaan, dan dokumentasi naskah di masa silam menjadi catatan-catatan penting.

Baca juga: Tujuh naskah kuno direkomendasikan sebagai ingatan kolektif nasional
Baca juga: Tak mudah bagi Jakarta untuk mendapatkan naskah kuno


Sementara itu, Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani menyampaikan terima kasih karena naskah kuno asal Banyuwangi masuk dalam Ingatan Kolektif Nasional (Ikon).

Selama ini, katanya, Banyuwangi terus berupaya melestarikan kekayaan seni dan budaya termasuk manuskrip kuno yang menjadi kekayaan literasi Banyuwangi.

"Selain Lontar Sritanjung, di Banyuwangi terdapat sejumlah manuskrip kuno lainnya seperti Lontar Yusup, Babad Tawangalun, serta sejumlah kitab yang memiliki parateks bernilai sejarah dan mengandung pengetahuan," kata Bupati Ipuk.

Pemkab Banyuwangi juga rutin menggelar Festival Kitab Kuning yang mengangkat khazanah dan merestorasi keilmuan para ulama Banyuwangi.

Cerita maupun sejarah Banyuwangi yang terkandung dalam naskah kuno juga diangkat dalam berbagai festival sebagai upaya untuk melestarikannya terutama pada generasi muda.

"Kami harap dengan masuknya Lontar Sritanjung di Ingatan Kolektif Nasional, akan banyak menghadirkan para peneliti dan penggiat kajian manuskrip datang ke Banyuwangi," tuturnya.

Pewarta: Novi Husdinariyanto
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024