Banda Aceh (ANTARA) - Pada Jumat (20/9), Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumatera Utara 2024 resmi usai.

Stadion Utama Sumut Sport Center akan menjadi arena panggung penutupan bagi pesta olahraga empat tahun itu.

Sebagian atlet bersuka cita karena mampu menaiki podium juara, sedangkan lebih banyak lagi atlet yang pulang dengan tangan hampa. Sayangnya bagi sebagian pemegang medali, kegembiraan mereka mungkin tidak bertahan lama.

Berbagai bonus dari daerah asal mungkin akan menjadi milik mereka. Jika beruntung, mungkin bonus-bonus itu akan lebih besar ketimbang yang dijanjikan.

Sayangnya, sebagian atlet terutama yang berstatus kepala rumah tangga akan kembali dihinggapi kebimbangan besar.

Pasalnya, mereka saat ini belum memiliki pekerjaan tetap yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga masing-masing.

Pemenang medali perak angkat berat kelas 105 kilogram putra, Willy asal Riau, tanpa ragu membeberkan harapannya agar bisa mendapatkan pekerjaan tetap.

“Saya berharap untuk semua atlet Riau yang mendapat medali diberikan pekerjaan. Karena atlet Riau rata-rata untuk tahun sekarang tidak ada kerja sama sekali, maupun di bidang ASN (Aparatur Sipil Negara) atau pemerintahan lain,” kata Willy pada jumpa pers seusai perlombaan di GOR Seramoe, Banda Aceh, Rabu (18/9).
Lifter Riau Andre Satria (tengah), lifter Lampung Viki Aryanto (kiri), dan lifter Jawa Barat M Yusuf berfoto bersama usai mengikuti perlombaan angkat berat kelas 83 kg putra PON XXI Aceh-Sumut 2024 di GOR Seuramoe Angkat Besi Stadion Harapan Bangsa, Banda Aceh, Aceh, Selasa (17/9/2024). Andre Satria berhasil meraih medali emas dengan total angkatan 915,5 kg sedangkan medali perak diraih lifter Lampung Viki Aryanto dengan total angkatan 868 kg dan medali perunggu diraih lifter Jawa Barat M Yusuf dengan total angkatan 850 kg. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/aww.
Baca juga: KONI harap pemda perhatikan masa depan atlet berprestasi

Peraih medali perunggu angkat berat 74 kilogram putra Adven Hendiarto asal Jawa Tengah menjelaskan bahwa dirinya mengalami masalah pengaturan waktu latihan, akibat belum terikat pekerjaan tetap.

“Kalau bisa mendapatkan pekerjaan, supaya kami bisa latihan, bisa pemusatan latihan. Kalau kami kemarin gak bisa TC, latihan mandiri di rumah sendiri, jadinya tidak bisa. Tidak bisa ditinggal, soalnya masih outsourcing, belum terikat dinas, kalau terikat dinas kan enak. Kalau izin-izin kan bisa, kalau saya ndak bisa kemarin. Latihan ya cuma tukar waktu sama teman, izin sama teman, begitu saja,” ujar Adven.

Sementara itu, Ade Bazrudin asal Jawa Barat yang merupakan pemenang medali perak di kelas yang sama dengan Adven, menjelaskan kesulitan dirinya yang harus bersaing dengan para pelamar kerja umum di tempat dinasnya bekerja sebagai petugas pemadam kebakaran.

“Sudah 15 tahun (menjadi petugas pemadam kebakaran), tapi tidak ada pengangkatan, ada juga pengangkatan harus tes dulu, tidak ada otomatis jalur atlet. Harusnya kan ada khusus jalur atlet benar-benar diprioritaskan, jangan umum-umum terus. Kan sebagai atlet mana? Masa tenaganya doang yang dibutuhkan. Harusnya pekerjaan juga tetap,” ujar Ade.

Baca juga: Menpan RB: Pelatih-peraih medali Olimpiade dapat formasi khusus ASN

Selanjutnya: Pendekatan KONI Pusat

Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2024