Batam (ANTARA) - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti menyarankan Polda Kepulauan Riau untuk melakukan “bedol desa” terhadap Satresnarkoba Polresta Barelang, guna memutus mata rantai penyalahgunaan wewenang dalam penanganan kasus narkoba.

“Harus “bedol desa” itu Satresnarkoba (Polresta Barelang), dikhawatirkan ada tanaman keras (penyimpangan),” kata Poengky dikonfirmasi di Batam, Jumat.

Bedol desa, menjadi solusi mengatasi kasus terulangnya anggota polisi terlibat narkoba, seperti di Satresnarkoba Polresta Barelang.

Anggota yang terlalu lama bertugas tanpa dimutasi atau dirotasi, kata Poengky, dikhawatirkan menjadi tanaman keras, yakni istilah bagi orang yang melakukan penyalahgunaan wewenang.

“Itu orang yang enggak dipindah-pindah, di situ terus. Jadi berpotensi dia bisa menyalahgunakan kewenangan atau dia disalahgunakan oleh atasan untuk melakukan penyimpangan. misalnya diduga disuruh pungli perkara, disuruh jual beli barang bukti,” katanya.

Istilah bedol desa, juga muncul saat kasus pembunuhan Brigadir Josua oleh Irjen Pol. Ferdy Sambo.

Rotasi dan mutasi, kata dia, perlu dilakukan di tubuh Polri supaya ada penyegaran dan meminimalisir pelanggaran.

Poengky mengaku kaget dengan kabar penangkapan 5 anggota Satresnarkoba Polresta Barelang oleh Pengamanan Internal (Paminal) Mabes Polri dibantu Poldak Kepri terkait penyalahgunaan wewenang menyisihkan barang bukti narkoba.

Setelah sebelumnya Propam Polda Kepri menangkap mantan Kasatnarkoba Polresta Barelang Kompol SN bersama 9 anggotanya dengan kasus yang sama.

“Sungguh mengejutkan dan sangat memalukan, bagaimana mungkin kasus penjualan sabu terulang kembali diduga dilakukan oleh 5 anggota Satresnarkoba Polresta Barelang, setelah sebelumnya Kasat Resnarkoba (mantan) dan 9 anggotanya diduga menjual barang bukti sabu seberat 1 kg,” ujar Poengky.

Menurut dia, kejadian ini menunjukkan adanya kenekatan dan tidak adanya efek jera. Dan yang lebih parahnya lagi menunjukkan atasan diduga abai terhadap kerentanan anggota Polri dalam penyalahgunaan narkoba.

Poengky menyoroti pengawasan melekat atasan terhadap anggotanya secara berjenjang belum optimal. Komunikasi, kedekatan dan hubungan emosional antara atasan dan anak buah satu tingkat ke bawah harus dibenahi sehingga situasi apa yang dialami anak buah, maka pimpinan akan tahu persis.

“Sehingga dapat mencegah niat dan setidaknya mengurangi pelanggaran,” ujarnya.

Aktivis HAM itu menyebut jika benar 5 anggota Satresnarkoba Polresta Barelang menjual 5 Kg sabu, seperti kasus terdahulu yang menjual sabu 1 Kg, menunjukkan adanya pembangkangan dan penghianatan terhadap institusi Polri, sehingga layak untuk dipecat.

Demikian pula terkait pidananya, lanjut dia, jika benar kelima anggota polisi tersebut sengaja melakukan, maka kelima orang tersebut tidak hanya menjadi penjahat, tetapi juga penghianat bangsa, karena menjerumuskan kepada narkoba.

“Seperti itu harus dihukum maksimum, ditambah pemberatan, dan dimiskinkan dengan Undang-Undang TPPU,” katanya.

Poengky berharap, hukuman tegas dapat memberikan efek jera dan pengawasan melekat atasan diharapkan dapat mencegah perbuatan serupa terulang.

Lima anggota Satresnarkoba Polresta Barelang kembali diamankan terkait penyalahgunaan wewenang menyisihkan barang bukti narkoba. Diberitakan sejumlah media, lima anggota tersebut terdiri atas 1 perwira dan 4 bintara.

Baca juga: Kompolnas dorong KKEP tolak banding 10 anggota Satnarkoba Barelang

Baca juga: Polda Kepri benarkan periksa 5 anggota Satnarkoba Polresta Barelang

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2024