Palembang (ANTARA News) - Aktivis peduli lingkungan hidup yang tergabung dalam Serikat Hijau Indonesia Sumatera Selatan meminta pemerintah daerah setempat menertibkan perusahaan tambang terutama 31 tambang batu bara yang disinyalir Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak membayar pajak.
"Perusahaan tambang yang hanya mengeruk keuntungan tanpa memenuhi kewajibannya kepada negara tidak boleh dibiarkan terus beroperasi, jika pemerintah daerah tidak segera menertibkannya karena ada kekuatan politik di belakang perusahaan itu, jangan salahkan rakyat kalau melakukan tindakan penutupan secara paksa," kata Sekretaris Serikat Hijau Indonesia (SHI) Sumatera Selatan Muhammad Syarifudin di Palembang, Sabtu.
Menurut dia, aktivis SHI dan sejumlah aktivis lainnya seperti dari Walhi dan Mahasiswa Hijau Indonesia (MHI) Sumsel beberapa waktu lalu berupaya melakukan aksi unjuk rasa di Kantor Dinas Pertambangan provinsi setempat meminta instansi tersebut menertibkan perusahaan pertambangan batu bara yang tidak membayar pajak.
Jika hingga akhir Mei ini tetap juga belum dilakukan tindakan tegas kepada perusahaan tambang yang berpotensi merugikan negara dan merusak lingkungan itu. Pihaknya bersama aktivis peduli lingkungan hidup lainnya akan kembali melakukan aksi damai dengan jumlah massa yang lebih banyak.
Dia menjelaskan, perusahaan tambang batu bara tersebut diduga tidak membayar pajak sejak tiga tahun terakhir dengan kerugian negara mencapai miliaran rupiah.
Kerugian negara sebanyak itu jika bisa diselamatkan dapat dimanfaatkan untuk membiayai berbagai proyek pembangunan fasilitas umum dan program pemberdayaan rakyat yang dapat meningkatkan kesejahteraan, ujarnya.
Sebelumnya aktivis Mahasiswa Hijau Indonesia (MHI) Sumsel Dedek Chaniago mengatakan, berdasarkan data yang dihimpun pihaknya bersama aktivis Walhi setempat sekarang ini terdapat 2,7 juta hektare dari 8,7 juta ha luas wilayah provinsi ini yang dimanfaatkan sebagai kawasan tambang batu bara.
Kawasan tambang batu bara seluas itu dikuasai 350 perusahaan yang mendapat izin usaha pertambangan (UP) dan dari jumlah itu sekitar 50-an perusahaan sekarang ini telah melakukan penambangan dan sebagian besar tidak memenuhi kewajiban membayar pajak.
Selain tidak memenuhi kewajiban membayar pajak, sejumlah perusahaan tersebut memiliki izin UP di kawasan hutan konservasi dan produksi dengan luasan mencapai 1.000 ha lebih yang tersebar di Kabupaten Musirawas, Musi Banyuasin, dan Kabupaten Banyuasin.
Melihat kondisi tersebut, perusahaan pertambangan yang merugikan negara dan berpotensi merusak kawasan hutan yang sekarang ini jumlahnya terus menyusut, harus segera ditertibkan jika tidak ingin negara ini mengalami kerugian yang lebih besar serta kerusakan lingkungan yang parah, kata Dedek.
Pewarta: Yudi Abdullah
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2014