Medan (ANTARA) - “Aduh… Nggak, nggak lah. Ini terakhir, insya Allah ini terakhir.”

Atlet tenis meja senior asal Jawa Timur, Christine Ferliana, menegaskan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumatera Utara tahun 2024 adalah PON terakhir yang diikuti olehnya.

Christine yang kini sudah berusia 42 tahun, hampir tak pernah absen berkompetisi di ajang PON sejak usianya masih 18.

PON pertamanya adalah PON XV di Jawa Timur pada tahun 2000, kemudian PON XVII Kalimantan 2008, PON XVIII Riau 2012, PON XIX Jawa Barat 2016, dan PON XXI Aceh-Sumut pada 2024.

Dia hanya absen pada satu edisi pesta olahraga nasional, yakni pada PON XVI Palembang 2004, pada tahun kelahiran pasangan Christine di nomor pertandingan ganda putri PON 2024, Cindy Marcella Putri.

“Mama,” Cindy tertawa sambil sedikit malu menjawab pertanyaan tentang panggilan kepada ibunya.

Mama. Panggilan yang diucap Cindy kepada Christine pada saat di rumah, dan panggilan yang sama saat mereka bekerja sama di arena permainan tenis meja dalam kompetisi nasional.

Sebagaimana fitrah seorang ibu. Cindy merasa lebih nyaman ketika bermain ganda putri bersama Christine, yang membimbingnya dengan segala pengalaman atlet tenis meja senior. Namun sebaliknya, Christine justru tidak bisa lebih tenang ketika berpasangan dengan anaknya saat keduanya sama-sama memegang bet.

“Oo, lebih cerewet. Pasti lebih cerewet,” kata Christine sambil tertawa. Dan tertawanya bertambah lagi ketika mendengar pertanyaan, “Sudah sering cerewet di rumah ya?”

Akan tetapi, ibu tetaplah ibu. Cerewetnya Christine kepada Cindy dalam kompetisi karena dia ingin anaknya bisa mendapat juara bersamanya.

Harapan yang sepertinya harus disudahi karena Christine tak akan lagi ikut PON setelah ini. Christine-Cindy kalah di perempat final oleh pasangan Bali, Devi Yanti dan Devinta, dengan kedudukan akhir 3-2.

Atlet tenis meja senior asal Jawa Timur, Christine Ferliana. (ANTARA/Aditya Ramadhan)
Mereka kalah dalam deuce dramatis 12-10 dari Bali. Kekalahan yang dibayar mahal karena lutut Christine terkilir.

“Kemarin dibenerin lututnya, antara bisa main atau nggak main,” kata Christine usai kalah 4-1 dalam babak final tunggal putri dengan skema best of seven dari atlet Jakarta, Rina Sintya.

Bagi Christine, seorang ibu dua anak yang masih bertanding di PON pada usianya yang ke-42, bisa masuk final dan mendapat perak sudah sangat disyukuri.

“Bisa masuk final sudah Alhamdulillah,” katanya.

Perjalanan menuju final tunggal putri Christine lebih dramatis. Pada set keempat, saat Christine sudah unggul dalam kedudukan 2-1 atas lawannya Rofiana Nurul Sabila dari Jawa Tengah, poinnya terkejar.

Christine yang awalnya unggul 8-5 di set penentu kemenangannya, malah terkejar dan berbalik menjadi 8-10. Reno Handoyo di tepi lapangan memberikan banyak instruksi kepada Christine, yang hanya dijawab oleh anggukan beberapa kali.

Pada akhirnya, Christine berhasil menang 12-10 dan melaju ke final. Dia berjalan ke arah pelatihnya, Reno, lalu suaminya itu memeluknya hangat.

Baca juga: Tenis Meja - Christine Ferliana, atlet 42 tahun enam kali ikuti PON

Selanjutnya: Regenerasi

Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2024