Medan (ANTARA) - Di sudut arena karate, seorang pria berambut keriting terlihat fokus dengan lensa kameranya menantikan detik demi detik momen dari dua atlet yang tengah bertarung. Ia nampak tak ingin melepaskan bidikan lensanya demi mendapatkan momentum yang berharga.

Saat pertandingan berakhir dengan kemenangan karateka putri Sumatera Utara Leica Al Humaira Lubis atas karateka Jawa Barat Annisa Rizkia, pria yang kemudian diketahui namanya Andi Lubis itu lalu menangis malu-malu.

Ternyata Andi Lubis adalah ayah dari Leica Al Humaira. Andi mencoba tetap profesional sebagai fotografer dengan tidak langsung memeluk Leica yang justru meluapkan kegembiraannya dengan menangis terisak.

Baru setelah Leica menghampiri seluruh staf pelatih, debutan PON ini langsung memeluk Andi Lubis yang setia menunggunya. Tangisan mereka berdua pun pecah tak tertahan.

Wartawan harian Analisa ini lalu masuk ke Media Center karate dan terduduk merenung. Wartawan lain yang baru masuk pun langsung menyalami Andi yang membuatnya kembali menitikkan air mata.

"Kopi pahit pun kini terasa manis sekali," kata Andi.


Baca juga: Karate- Leica Al Humaira mampu atasi karateka nasional untuk raih emas


Halaman berikut: Jalan terjal Leica Al Humaira Jalan Terjal

Leica merupakan anak bungsu Andi Lubis. Ia menjadi debutan pada PON XXI Aceh-Sumatera Utara. Menariknya, perempuan berusia 20 tahun itu langsung meraih medali emas yang tak pernah terpikirkan sebelumnya.

Jalan Leica meraih medali emas tidaklah mulus. Jauh sebelum PON, ia tidak masuk dalam daftar atlet karate yang masuk pemusatan latihan daerah (Pelatda) karena kalah saing dengan senior-seniornya.

Setahun jelang PON, tiba-tiba telepon selulernya berdering memanggilnya untuk masuk dalam tim Pelatda karate. Rasa bahagia Leica langsung membuncah meski persiapannya lebih singkat dibanding senior-seniornya.

Saat PON dimulai, kepercayaan diri Leica sempat drop mengingat kejuaraan multi cabang ini menjadi yang pertama. Namun dukungan dari pelatih, tim, dan ayahnya, membantu dia untuk bisa bangkit menghadapi lawan-lawannya.

Lawan berat langsung menghampiri Leica di babak delapan besar. Ia harus berhadapan dengan atlet nasional yang memperkuat DKI Jakarta Ceyco Georgia Zefanya di nomor kumite perorangan -68 putri. Ceyco merupakan atlet karate yang sudah malang-melintang di kejuaraan dunia, bahkan ia menempati ranking 5 dunia putri.

Mental Leica pun diuji, apalagi dalam kejuaraan nasional sebelumnya ia sempat bertemu Ceyco dan kalah telak 6-3. Namun dukungan dari publik tuan rumah membuat bisa tampil lepas dan tentunya tak ingin dipermalukan di kandang sendiri.

Begitu juga dengan Andi Lubis, ketika tahu anaknya akan berhadapan dengan Ceyco. Ia hanya berharap agar Leica bisa melawan dirinya sendiri dengan tampil tenang tanpa beban.

Andi juga tidak mau memberikan arahan apapun kepada Leica, karena dia tahu bahwa beban yang dipikul anaknya sudah terlampau berat. Sehingga ia tak mampu menambah pikiran bagi Leica.

Pertandingan pun dimulai dan Leica akhirnya mampu mengalahkan Ceyco 5-4 dan melenggang ke semifinal. Sebuah prestasi yang patut dirayakan bagi atlet yang masih duduk di bangku kuliah semester 5 tersebut.

Pada babak semifinal Leica harus berhadapan dengan karateka Jawa Timur Monika Reswara Kartika yang juga sering berlaga di kejuaraan dunia. Leica berhasil mengalahkannya dengan poin 3-0.

Ujian besar kembali datang di babak final. Ia harus berhadapan dengan karateka Jawa Barat Annisa Rizkia yang sebelumnya menjadi salah satu kandidat juara. Apalagi Annisa dapat melenggang mulus sejak babak 16 besar.

Mental Leica sempat kembali turun. Bahkan ia tidak yakin bisa meraih emas. Ketidakyakinan itu akhirnya dipecahkan Leica usai menang dengan poin tipis 2-1 dan membuat arena semakin bergemuruh.


Baca juga: Hasil akhir karate - DKI Jakarta kubur mimpi Jabar cetak hattrick
Baca juga: Karateka Sandy Firmansyah sebut PON 2024 momentum regenerasi


Halaman berikut: Mimpi yang terwujud Mimpi yang terwujud


Raihan medali emas yang dipersembahkan Leica, seolah menjadi mimpi yang jadi kenyataan bagi Andi Lubis. Saat kecil, Andi sempat menjadi atlet karate namun hanya skala lokal saja.

Bagi Andi, PON, merupakan impiannya. Bertanding dengan seluruh atlet nasional dan disaksikan ratusan pasang mata menjadi hal yang selalu ia dambakan. Namun perjalanannya di karate terhenti ketika realitas kehidupan memaksanya untuk bekerja sebagai wartawan.

Setelah berkeluarga dan memiliki dua orang anak, Andi tidak pernah sekalipun berbicara tentang masa lalunya yang sempat menjadi atlet karate.

Namun ternyata apa yang ia pernah lakukan pada masa mudanya dulu secara tak langsung terwariskan kepada anak bungsunya, Leica Al Humaira Lubis. Pada umur 10 tahun Leica tiba-tiba meminta diantarkan oleh ibunya untuk latihan karate.

"Ibunya bilang ke saya, Leica latihan karate, ya sudah bagus," kata Andi.

Mendengar hal tersebut, Anwar tentu turut senang karena olahraga ini akan membuat fisik Leica sehat dan mentalnya tertempa dengan baik. Ia selalu menekankan agar Leica selalu bergembira menjalani setiap latihan dan tidak terbebani harus meraih prestasi.

Setelah cukup lama berlatih karate, Leica akhirnya tahu bahwa ayahnya juga sempat menjadi atlet karate meski tak pernah menggapai PON. Pada tahun 1990-an, menjadi atlet PON adalah sebuah pencapaian luar biasa, terlepas bisa meraih medali ataupun tidak.

Kini Leica berhasil tampil perdana di PON XXI Aceh-Sumut dan langsung meraih medali emas. Apa yang digapai oleh Leica ini membuat mimpi Andi akhirnya terukir nyata.

"Tetaplah rendah hati apapun pencapaianmu, karena karate mengajarkan itu," kata Andi.

Baca juga: Meski gagal hattrick juara umum, Jabar puas dengan karateka debutan
Baca juga: Akhiri dominasi Jabar, DKI Jakarta juara umum karate PON XXI

Editor: Dadan Ramdani
Copyright © ANTARA 2024