Di tengah lapangan, 22 orang dari dua kesebelasan berseragam hijau-putih berlarian mengejar bola untuk dimasukkan ke dalam jaring dan tiang berukuran 7.32 m x 2.44 meter.
Senin malam (16/9) berlangsungnya pertandingan babak semifinal cabang sepak bola putra Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumatera Utara 2024 antara Jawa Timur melawan tuan rumah Aceh.
Di seberang garis lapangan, persis di depan bench pemain dan ofisial Jawa Timur, seorang pria paruh baya menggunakan topi hitam tampak gelisah sambil bersedekap (memeluk tubuh sendiri erat atau butterfly hug).
Beberapa teori menjelaskan, memeluk diri sendiri ini sebagai bentuk tindakan mandiri dari seorang untuk menenangkan diri atas segala perasaan negatif, seperti cemas, takut serta perasaan tak nyaman lainnya.
Bagaimana tidak, 11 anak asuhnya di atas rumput hijau dengan panjang 100 meter kala itu sedang berjuang mengejar ketertinggalan satu angka (0-1) dari lawan yang dihadapi yaitu tuan rumah Aceh.
Pria berusia 59 tahun itu bernama Fakhri Husaini, ia adalah putra asli kelahiran tanah rencong (Aceh) yang sedang melatih anak-anak sepak bola PON Jawa Timur.
Fakhri menunjukkan sikap profesionalnya sebagai pelatih sepak bola, dia tetap harus berkonsentrasi penuh mengalahkan lawan, sekalipun tim dari tanah kelahirannya sendiri.
Dari pinggir lapangan, tangannya menunjuk ke arah pemain memberikan instruksi, hingga akhirnya gaya bermain anak asuhnya menjadi lebih baik, dan akhirnya memenangkan pertandingan itu 3-2, tiket ke final diraih Fakhri Husaini.
Baca juga: Jatim tantang Jabar di final sepak bola putra PON usai lewati Aceh
Selanjutnya: Persiapan Persiapan
Tidak butuh waktu lama bagi Fakhri Husaini membentuk tim berkualitas, pengalaman karir kepelatihan memudahkan jalannya mewujudkan hasil maksimal untuk Jawa Timur hingga meraih medali emas.
Di final, Jawa Timur bertemu tim satu kepulauan yaitu Jawa Barat. Kehebatan Fakhri Husaini dalam meracik strategi harus diakui penggemar sepak bola di nusantara ini.
Persiapan singkat bukan problem baginya meraih kemenangan. Ia hanya perlu mempelajari taktik tim lawan yang bakal hadapi, dan mempersiapkan cara kerja pemainnya di lapangan.
Fakhri melalui kaki anak didiknya mampu mengalahkan Jawa Barat 1-0, dan berhak membawa pulang kepingan emas untuk Jawa Timur yang sudah puasa medali emas sepak bola PON 16 tahun lamanya.
Baca juga: Kalahkan Jawa Barat 1-0, Jawa Timur raih emas sepak bola putra
"Untuk persiapan tim Jawa Timur ini hanya dua bulan," kata Fakhri Husaini yang diutarakan usai menerima pengalungan medali emas sepak bola putra PON XXI Aceh-Sumut.
Tak hanya persiapan dua bulan, Fakhri juga menghadapi lika-liku sulit selama membentuk skuad Jawa Timur, dalam proses pelatihan, enam pemain terpilih kemudian mundur karena bergabung ke liga 2 dan liga 1 Indonesia. Sehingga harus menyeleksi ulang pemain.
Meski demikian, dirinya bersyukur karena Jawa Timur memiliki sumber pemain muda potensial, sehingga tidak begitu sulit baginya melatih mereka hingga menjadi satu tim tangguh, dan kompak. Terbukti, mereka mendapatkan medali emas.
Dirinya menuturkan, Jawa Timur memiliki banyak pemain bagus yang seharusnya bisa bergabung ke tim PON ini. Bahkan, saat uji coba ia sempat melirik seorang striker muda kelahiran 2005.
Tetapi, pemain muda tersebut gagal direkrut untuk bergabung ke tim PON, karena nama-nama pemain telah didaftarkan di KONI. Sehingga yang bersangkutan tidak bisa masuk skuat.
Artinya, pencapaian mereka ini sebagai bukti kuat bahwa Jawa Timur adalah salah satu sumber pemain muda potensial untuk tim nasional kedepannya. PON XXI Aceh-Sumut menjadi saksinya.
Baca juga: Fakhri Husaini: Persiapan Jatim raih medali emas hanya dua bulan
Selanjutnya: Emas yang tertunda Emas yang tertunda
PON XXI Aceh-Sumut 2024 merupakan kali kedua pria kelahiran Lhokseumawe tersebut melatih generasi muda untuk event olahraga nasional empat tahunan tersebut. Pada PON Papua 2021, ia membina anak-anak Aceh.
Membawa Jawa Timur duduk di peringkat pertama tahun ini, menjadi salah satu impiannya meraih medali emas PON, setelah sebelumnya gagal menerbangkan emas ke Aceh dari ujung timur Indonesia.
Pada PON 2021, Fakhri Husaini berhasil membawa tim PON Aceh ke babak final, harapannya ingin memberikan hadiah emas untuk masyarakat tanah rencong kandas di tangan anak-anak Papua.
Tim besutannya kala itu menelan kekalahan 2-0 dari tuan rumah. Fakhri Husaini terpaksa menerima perak sebagai oleh-oleh mereka untuk rakyat Aceh.
Finish di urutan kedua memang bukan cita-cita seorang masterclass seperti Fakhri Husaini. Tetapi bertanding sudah berakhir, ia harus berlapang dada menerima hasil tersebut.
Meskipun, hati kecilnya meronta karena kekalahan itu ditelan bukan performa anak asuhnya kurang baik, tetapi ada faktor lain yang menjadi sebab-akibatnya.
Baca juga: Sebelum Aceh kalahkan Jatim, Fakhri Husaini cuma punya 13 pemain bugar
Rasanya, Fakhri juga belum move on dari momen final di PON Papua. Faktanya, dari beberapa kali jumpa pers PON XXI Aceh-Sumut, ia terus mengulang soal kekalahan 2021 yang dinilai karena pemberian penalti di menit awal dan kartu merah di menit 20 jalannya pertandingan.
"Dulu pada PON Papua 2021, kita (tim Aceh) kalah dari tuan rumah, tetapi waktu itu kita langsung dihukum tendangan penalti di menit ke 3, dan menit ke 20 pemain kita diberikan kartu merah," kata Fakhri Husaini.
Berkaca dari pengalaman di Papua, Fakhri tidak ingin perlakuan serupa kembali diterima tim asuhannya Jawa Timur pada PON XXI Aceh-Sumut. Berharap kepemimpinan pengadil di lapangan yang benar-benar berjalan sebagaimana mestinya.
Menurut Fakhri, jika pengadil di lapangan kurang bijak dan sesuai prosedur, maka yang terjadi di lapangan bukan keindahan dari sepakbola. Karena kemenangan tidak lagi ditentukan pemain, melainkan wasit.
Kasus pertandingan Aceh vs Sulawesi Tengah pada perempat final PON XXI yang penuh kontroversi hingga terjadi pemukulan terhadap wasit menjadi Dewi Fortuna bagi Jawa Timur.
Baca juga: Diwarnai pemukulan wasit dan tiga kartu merah, Aceh lolos ke semifinal
Kata Fakhri, jika permasalahan tersebut tidak terjadi pada perempat final, besar kemungkinan bakal dialami mereka saat menantang tuan rumah Aceh di laga semifinal.
Seakan-akan seperti trauma pada PON Papua, Fakhri bersyukur insiden tersebut lebih dulu terjadi di perempat final, sehingga PSSI memberikan respon cepat dan mengganti pengadil lapangan untuk laga semifinal.
Akhirnya, pertandingan semifinal mereka melawan tuan rumah Aceh hingga partai final dipimpin langsung wasit dari Liga 2 dan Liga 1 Indonesia.
"Kalau tidak ada kejadian pas main Aceh-Sulteng, mungkin kejadian hari ini (semifinal Aceh-Jawa Timur)," katanya.
Pertandingan final, Dewi Fortuna berpihak ke Jawa Timur setelah penjaga gawang Jawa Barat melakukan pelanggaran di kotak terlarang, dan mereka mendapatkan hadiah penalti.
Rano Jutati yang dipercaya menjadi eksekutor mampu memperdaya penjaga gawang Jawa Barat dan berhasil mencatatkan namanya di papan skor.
Hingga pertandingan usai, Jawa Timur berhasil mengunci kemenangan sebagai juara pertama PON XXI, dan naik ke podium utama setelah menerima pengalungan medali emas dari Pj Gubernur Aceh sekaligus Ketua PB PON Aceh, Safrizal ZA.
Prestasi ini, ibarat obat luka bagi Fakhri Husaini setelah gagal meraihnya bersama Aceh pada PON Papua 2021. Apalagi, medali impian di tangan dinginnya itu didapatkan dari tanah kelahirannya sendiri.
Baca juga: Sumringahnya Fakhri Husaini tuntaskan dendam kesumat kepada Jatim
Selanjutnya: Karir pemain Karir pemain
Medali emas diraih, dan PON XXI Aceh-Sumut berakhir. Tetapi niatnya untuk memberikan yang terbaik kepada anak asuhnya belum berhenti, berharap mereka mencapai karir terbaik di dunia sepak bola.
Fakhri Husaini berencana menemui semua pemain tim PON Jawa Timur. Mengingat, anak asuhnya sudah mulai dilirik banyak klub profesional baik dari liga 2 maupun liga 1 Indonesia.
Pesan pertamanya yang ingin disampaikan adalah, anak-anak jangan sampai salah memilih klub, carilah yang benar-benar bisa memberikan waktu bermain lebih banyak.
Kedua, pemain jangan terlalu puas dengan capaian PON, karena ini hanya lah perantara atau jembatan untuk menuju karir sepakbola yang lebih baik kedepannya.
"Saya juga tidak mau mereka hilang tiba-tiba hanya karena tidak sanggup menerima popularitas. Seperti pemain sekarang sudah seperti selebritis," ujarnya.
Baca juga: Fakhri Husaini: Jatim siap jika final diakhiri lewat drama adu penalti
Meskipun wajar para pemain mendapatkan ketenaran setelah ini, dan memang berhak mendapatkan pencapaian tersebut, normal dalam sepak bola. Tetapi, mereka juga harus mampu mengelola dan mengontrolnya dengan baik.
"Bahwa yang harus diingat kalau mereka adalah pemain sepak bola, ada tenaga yang dibutuhkan untuk menjadi pemain sepakbola hebat, ini yang mesti mereka pahami jika ingin menjadi lebih baik," harap Fakhri Husaini.
Jika para pemain tidak mampu mengelola dan mengontrol diri sendiri, ditakutkan karir mereka sebagai pemain sepak bola tidak panjang, dan berhenti sampai di sini. Jadi apa yang sudah ditanam akan menjadi sia-sia.
Harapan itu disampaikan karena rasa cintanya terhadap dunia sepakbola dan secara khusus anak-anak yang telah didiknya menjadi pemain profesional di kemudian hari.
Baca juga: Jabar tembus final sepak bola usai taklukkan Kalsel lewat adu penalti
Baca juga: Sepakbola - Tuan rumah Aceh raih perunggu usai tekuk Kalsel 2-1
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2024