Yogyakarta (ANTARA) - Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) memastikan gempa bumi tektonik yang mengguncang wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pada Rabu (18/9), tidak mempengaruhi aktivitas vulkanik Gunung Merapi di perbatasan DIY dan Jawa Tengah.

"Goncangan gempa memang dapat mengganggu kestabilan kubah lava, tapi gempa di Jabar kemarin cukup jauh dan tidak terasa goncangannya di sekitar Merapi," ujar Kepala BPPTKG Agus Budi Santoso saat dihubungi di Yogyakarta, Jumat.

Adapun awan panas guguran (APG) yang meluncur secara beruntun dari Gunung Merapi mulai Rabu hingga Kamis, 18-19 September 2024, dipastikan Agus tidak dipengaruhi oleh gempa tektonik Bandung.

Pada Rabu (18/9), BPPTKG mencatat tiga kali awan panas guguran yang terjadi pada pukul 09.05 WIB, 14.52 WIB, dan 22.46 WIB dengan jarak luncuran paling jauh 1.300 meter ke arah barat daya atau Kali Bebeng.

Berikutnya pada Kamis (19/9), awan panas guguran kembali keluar dari Gunung Merapi pada pukul 01.40 WIB, 06.45 WIB, dan 14.51 WIB dengan jarak luncur terjauh 1.350 meter ke arah Kali Bebeng.

Agus menuturkan awan panas guguran beruntun itu terjadi seiring intensitas erupsi Merapi yang meningkat selama sebulan terakhir.

Menurut dia, data pemantauan BPPTKG menunjukkan suplai magma Merapi masih berlangsung sehingga dapat memicu terjadinya awan panas guguran di dalam daerah potensi bahaya.

"Memang ada peningkatan intensitas erupsi dalam sebulan terakhir," ujar dia.

Baca juga: Gunung Merapi meluncurkan tiga awan panas guguran dalam sepekan
Baca juga: Guguran lava meluncur 42 kali dari Gunung Merapi sejauh 1,6 km


Meski demikian, dia memastikan jarak luncur awan panas tersebut hingga kini masih di daerah potensi bahaya yang tidak diperkenankan aktivitas masyarakat di dalamnya.

"Luncuran awan panas guguran masih jauh dari permukiman," tutur Agus.

Mengacu laporan BPPTKG periode 6-12 September 2024, morfologi kubah barat daya Merapi teramati mengalami perubahan akibat adanya aktivitas pertumbuhan kubah, guguran lava, dan awan panas guguran.

Sedangkan morfologi pada kubah tengah tidak mengalami perubahan yang signifikan.

Berdasarkan analisis foto udara tanggal 21 Agustus 2024, volume kubah barat daya Merapi terukur sebesar 2.777.900 meter kubik dan kubah tengah sebesar 2.366.900 meter kubik.

BPPTKG masih mempertahankan status Siaga atau Level III yang ditetapkan sejak November 2020. Potensi bahaya saat ini berupa guguran lava dan awan panas guguran, yakni di Kali Woro sejauh 3 km dari puncak, dan Kali Gendol sejauh 5 km dari puncak.

Selain itu, potensi bahaya juga di Kali Boyong sejauh 5 km dari puncak, serta Kali Bedog, Krasak, Bebeng sejauh 7 km dari puncak.

Sedangkan lontaran material vulkanik jika terjadi erupsi eksplosif dapat menjangkau radius 3 km dari puncak.

"Masyarakat agar mewaspadai bahaya lahar dan awan panas guguran terutama saat terjadi hujan di seputar Gunung Merapi," ujar Agus Budi Santoso.

Baca juga: BNPB: Gempa bumi melanda Garut bukan Sesar Garsela tapi sesar baru
Baca juga: BNPB siapkan bantuan perbaikan rumah rusak akibat gempa Bandung

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024