Kalau perempuan ingin berkiprah di dunia politik, sistemnya harus diperbaiki

Kupang (ANTARA News) - Hasil prosentase keterwakilan perempuan di lembaga DPR, DPD, dan DPRD provinsi serta kabupaten/kota di Tanah Air pada pemilu legislatif 9 April 2014 drastis dari target 30 persen yang ditetapkan dalam UU nomor 12 tahun 2013.

"Penurunan itu terlihat jelas dari jumlah calon yang terpilih ke Senayan menjadi anggota DPR periode 2014--2019 sebanyak 97 orang atau setara dengan 17,32 persen," kata aktivis perempuan Partai Golkar Nusa Tenggara Timur (NTT), Inche DP Sayuna, di Kupang, Sabtu.

Mantan anggota DPRD NTT dua periode itu menegaskan jumlah anggota DPR perempuan pada periode kali ini menurun ketimbang periode 2009--2014.

Penurunan ini akibat beberapa faktor seperti budaya, tingkat kepercayaan, dan faktor sistem pemilu yang belum memberdayakan perempuan dalam setiap pelaksanaan Pemilu terutama sejak 1999.

Pemilu dengan sistem terbuka dan suara terbanyak merugikan calon legislatif perempuan serta partai politik kurang mendapatkan pilihan.

"Ini sama seperti yang sebelum-sebelumnya. Menurut saya dengan adanya sistem terbuka dan suara terbanyak, perempuan dirugikan," katanya.

Mantan calon bupati Kabupaten Imor Tengah Selatan itu berpendapat sistem terbuka dan suara terbanyak partai politik justru membuat politik uang semakin masif.

Karena itu, Inche tidak setuju dengan sistem Pemilu yang terbuka dan suara terbanyak karena tidak memihak kaum perempuan.

"Kalau perempuan ingin berkiprah di dunia politik, sistemnya harus diperbaiki," kata dia.

Tiga faktor penyebab penurunan jumlah keterwakilan perempuan di parlemen itu perlu mendapatkan perhatian untuk dicegah dan diubah sehingga lebih memberi peluang bagi perempuan untuk meraih suara dalam setiap pelaksanaan pemilu legislatif dan DPD.

Hal ini penting sebab perlunya memilih caleg perempuan karena selain sumber daya besar yang harus diberi ruang untuk merumuskan kebijakan negara, juga perempuan membuat keputusan berdasarkan ethics of care atau peduli pada kepentingan banyak orang.

"Jika banyak anggota DPR perempuan, maka kebijakan-kebijakan akan lebih pro-perempuan dan ini juga menguntungkan keluarga Indonesia, karena kita tahu berbagai proyek pengentasan kemiskinan sukses mengangkat kesejahteraan keluarga jika perempuan terlibat," katanya.

DPRD NTT

Dalam konteks di Nusa Tenggara Timur, kata Sayuna, keterwakilan perempuan di lembaga DPRD NTT hasil pemilu 9 April 2014 lalu bertambah dari hasil pemilu lima tahun lalu.

Dari 65 kursi yang diperebutkan, keterwakilan perempuan sebanyak enam orang, atau bertambah tiga orang dari pemilu sebelumnya yang hanya menempatkan tiga orang.

Keterwakilan perempuan ini berdasarkan hasil rapat pleno penetapan perolehan kursi dan calon terpilih di Sekretariat KPU NTT, yang menetapkan enam atau 9,23 persen dari total 65 anggota dewan perempuan itu disumbangkan dari empat dapil.

Mereka adalah Pdt. Adriana R. Kahi Awa Kossi (Golkar) dan Kristien Samiyati Pati (NasDem) dari daerah pemilihan NTT tiga yang mencakup empat kabupaten di Pulau Sumba yakni Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat, dan Sumba Barat Daya.

Dapil NTT empat yang mencakup Kabupaten Manggarai, Manggarai Barat, dan Manggarai Timur menyumbang dua anggota dewan perempuan yakni Yeni Veronika (PAN) dan Kristofora Bantang (PDI Perjuangan).

Dapil NTT lima yang mencakup Kabupaten Sikka, Ende, Ngada, dan Nagekeo serta dapil delapan di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) masing- masing menyumbangkan satu perempuan. Dapil lima adalah Angela Mercy Piwung (Hanura) dan dapil delapan adalah Aleta Kornelia Baun (PKB).

Dari enam perempuan dimaksud, hanya satu saja calon petahana yang terpilih kembali menjadi anggota DPRD NTT periode 2014- 2019 yakni Angela Mercy Piwung. Sedangkan lima orang lainnya adalah muka- muka baru di lembaga parlemen.

Pewarta: Hironimus Bifel
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014