Timah adalah salah satu sumber daya yang tidak bisa tergantikan. Bahkan, senjata memakai timah. Itu kenapa timah jadi rebutan,"

Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah diminta untuk mengeluarkan undang-undang khusus mengatur soal pengelolaan timah yang tidak lagi bersifat sektoral atau hanya dikendalikan Kementerian Perdagangan, tetapi juga melibatkan pemangku kepentingan yang lain, seperti Kementerian ESDM dan Kementerian Pertahanan.

Dosen Universitas Budi Luhur Andra Abdul Rahman Azzqy di Jakarta, Jumat, mengatakan bahwa pemerintah Indonesia seharusnya mengeluarkan UU khusus yang mengatur sumber daya alam hingga tidak lagi sektoral, seperti halnya timah.

Timah disebutkannya merupakan salah satu senjata ekonomi selain minyak, gas, dan karet.

"Timah adalah salah satu sumber daya yang tidak bisa tergantikan. Bahkan, senjata memakai timah. Itu kenapa timah jadi rebutan," ujarnya.

Pada aspek pertahanan, lanjut dia, timah juga memegang peranan penting, seperti pembuatan peluru, bahkan perakitan tank memerlukan timah sebagai bahan baku utamanya.

Oleh karena itu, Andra menilai timah sebagai sumber daya tidak tergantikan dan wajib dijaga khusus.

"Indonesia perlu mengeluarkan UU Khusus. Levelnya tidak cukup bila hanya permendag. Harus ada UU yang dibuat bersama, Kemendag, ESDM, dan Kementerian Pertahanan. UU Migas cukup, tetapi tidak membawahi sumber daya alam seperti timah," paparnya.

Ia mengingatkan masyarakat jangan sampai berbenturan dengan multinasional company (MNC) yang ingin memanfaatkan sumber daya alam timah di Indonesia.

Peneliti Senior Pusat Kajian Sumberdaya dan Pesisir Lautan IPB Budi Purwanto menambahkan bahwa berbicara sumber daya alam seharusnya sesuai dengan apa yang tertuang pada Pasal 33 UUD 45.

"Setiap SDA dikembalikan kepada warga negara. Kebijakan eksplorasi dan pemanfaatan SDA itu manfaatnya sesuai dengan kaidah ekonomi, ada sulpai dan demand," kata Budi.

Saat ini, menurut Budi, suplai dan demand terhadap timah tidak berimbang, yakni permintaan tinggi, sementara suplai terbatas.

Kebijakan dikeluarkannya Permendag Nomor 23 Tahun 2013, kata Budi, seharusnya tidak terjadi penyelundupan dan kerusakan lingkungan.

"Penambang ilegal menikmati ekonomi underground. Kegiatan tidak tercatat. Mestinya nilai ekonominya tinggi, ada potensial lost," imbuhnya.

Permendag No 23/2013 bukan semata-mata harus direvisi, melainkan melalui kajian akademik, dampak melakukan kebijakan terkait dengan regulasi dikeluarkan.

"Pembuatan kebijakan seharusnya melalui naskah akademik untuk melihat juga efek dari sosial politik ekonomi," tuturnya.
(S037/D007)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014