"Kami mendaftarkan semua anggota yang laik mendapatkan SNI. Bahkan ada satu anggota yang sudah SNI sejak 2013 dari Jombang, Jawa Timur," ujar Sekretaris Jenderal APMI Riza Ambadar di Bogor, Jumat.
Riza mengatakan, dana bantuan dari Kementerian Perindustrian sangat membantu para pengusaha kecil untuk bisa mendapat sertifikat SNI.
"Memang makan biaya, makanya kami senang sekali bisa dapat bantuan dari Kementerian Perindustrian. Karena per produksi itu biayanya Rp2 juta, yang nanti akan dikategorikan per produk. Kalau perusahaan punya 10 produk, itu sudah Rp20 juta. Pasti terbayang biaya yang tinggi," ujar Riza.
Menurut Riza, dengan adanya SNI, IKM mainan dalam negeri akan lebih siap menghadapi Komunitas ASEAN 2015, karena produk Indonesia memiliki standar nasional yang kerap tidak dimiliki negara lain.
Riza menambahkan, untuk industri mainan, kompetitor Indonesia di ASEAN adalah Vietnam, karena industri mainan di negara tersebut terbilang maju dalam waktu yang singkat.
"Vietnam memiliki industri mainan yang cukup maju dalam waktu singkat, terutama dikarenakan banyak investasi dari perusahaan besar asal Jepang, Korea dan Jerman," kata Riza.
Menurut Riza, dengan kondisi industri mainan yang semakin baik, banyak pembeli Indonesia yang dahulu pindah ke Republik Rakyat Tiongkok, kini kembali melirik Indonesia.
"Karena daya saing RRT kini semakin kurang, karena semakin mahal dan terutama karena konsistensi produk Indonesia lebih menang," kata Riza.
Terhitung 1 Mei 2014, pemerintah mulai mewajibkan semua produk mainan yang beredar di pasar harus memenuhi syarat SNI. Pemberlakuan aturan ini dimaksudkan untuk menghentikan peredaran produk mainan berkualitas rendah dan mengandung zat berbahaya.
"Kami sangat mendorong produsen mainan anak memiliki standar SNI. Bahkan, kami dulu yang mencanangkan hal ini, jadi kami mendukung," kata Riza.
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2014