Jakarta (ANTARA) - Manager Kampanye Infrastruktur dan Tata Ruang WALHI Eksekutif Nasional Dwi Sawung mengatakan sumur resapan muncul sebagai salah satu solusi efektif untuk menjaga ketersediaan air dalam menghadapi musim kemarau yang semakin ekstrem.

Penggunaan sumur resapan perlu diutamakan berdasarkan prioritas, dimulai dari kebutuhan pokok seperti air untuk konsumsi, diikuti kebutuhan ternak dan tanaman pangan.

“Sumur resapan sangat besar perannya ketika musim penghujan dan musim kemarau, menjaga neraca air seimbang, ini juga mesti dibarengi dengan menjaga RTH yang cukup di lingkungan sekitar,” kata Dwi saat dihubungi ANTARA, Kamis.

Baca juga: BMKG: Tujuh provinsi alami kekeringan ekstrem

Ia menambahkan penting juga untuk memastikan bahwa semua sistem pipa dan tempat penyimpanan air tidak mengalami kebocoran, agar tidak ada air yang terbuang sia-sia.

Selain itu, menjaga ruang terbuka hijau (RTH) di sekitar juga sangat mendukung fungsi sumur resapan.

Keefektifan sumur resapan bergantung pada kondisi geologi daerah dan tingkat penggunaan air tanah, misalnya di daerah dengan penggunaan air yang masif dan tanah yang kurang mampu menyimpan air, manfaat sumur resapan mungkin berkurang.

Baca juga: BPBD Probolinggo distribusikan air bersih di wilayah kekeringan

Di sisi lain, sumur resapan juga dirasa memiliki banyak dampak, baik jangka panjang maupun pendek.

“Manfaat jangka panjangnya mengendalikan banjir dipermukaan dan penurunan muka air tanah dalam jangka panjang,” ungkapnya.

Dengan memanfaatkan sumur resapan secara optimal, masyarakat diharapkan dapat lebih siap menghadapi tantangan kemarau dan menjaga keberlanjutan sumber daya air.

Baca juga: BMKG: Bumi makin panas, transisi energi hijau harus segera dilakukan

Dengan langkah-langkah yang tepat, sumur resapan dapat menjadi bagian penting dalam strategi pengelolaan air di masa depan.

Adapun, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan tujuh provinsi di Indonesia mengalami kekeringan ekstrem karena tidak ada hujan selama lebih dari dua bulan.

Situs BMKG di Jakarta, Rabu, menginformasikan terdapat 38 daerah di tujuh provinsi yang telah mengalami kekeringan. 

Seperti daerah yang berada di Provinsi Nusa Tenggara Timur meliputi Kota Kupang (144 hari), Sumba Timur (141 hari), Sabu Raijua (128 hari), Kupang (116 hari), Lembata (97 hari), Timor Tengah Selatan (97 hari), Sikka (72 hari), Rote Ndao (70 hari), Sumba Barat Daya (69 hari), dan Ende (69 hari).

Kondisi serupa juga menimpa Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jawa Barat, dan Provinsi Banten. 

Baca juga: BBMKG petakan tiga wilayah di Bali Utara alami kekeringan ekstrem

Baca juga: BMKG prakirakan hari tanpa hujan kategori ekstrem panjang di NTT

Pewarta: Putri Hanifa
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2024