Tunas baru

Ketua Umum IKASI Aceh M. Nasir Syamaun mengatakan, Aceh sebenarnya sejak lama memiliki tradisi atas prestasi cabang anggar. Ini ditunjukkan saat malam pembukaan PON XXI di mana para pembawa obor dan bendera PON didominasi oleh atlet-atlet anggar berprestasi. Sebut saja Alkindi, Erma Susana Madjaji, Murisnawati, Mardani, hingga Cut Risna Arista.

Alkindi merupakan atlet Aceh pertama yang berkesempatan mengikuti laga di Olimpiade pada 1988 yang diselenggarakan di Seoul, Korea Selatan. Saat itu, ia berkompetisi di nomor floret individu putra. Di ajang Olimpiade itu, Alkindi tidak sendiri sebagai perwakilan dari Indonesia. Ada pula Silvia Koeswandi asal Sulawesi Selatan yang bermain di nomor floret putri.

Sayangnya, kedua atlet itu tersisihkan pada babak penyisihan ronde pertama. Meski belum menorehkan prestasi gemilang di Olimpiade, bagi Indonesia, sudah tampil dalam ajang olahraga bergengsi di dunia itu saja dapat dikatakan cukup membanggakan.

Pasca Alkindi dan Silvia Koeswandi, Indonesia mengirimkan atlet anggar yang berlaga pada Olimpiade 1992 lewat nomor degen individu putra, yakni Handry Lenzun dan Lucas Zakaria. Namun, Indonesia masih belum berhasil meraih capaian terbaiknya. Sejak Olimpiade 1992 itu, hingga kini Indonesia belum kembali mengirimkan atlet anggarnya ke ajang Olimpiade.

Sebagai jebolan atlet Olimpiade, Alkindi menilai anggar Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara lainnya sehingga cukup menantang ketika berkompetisi dan bersaing pada ajang tingkat dunia tersebut.

Hal ini, menurut dia, lantaran dipicu oleh sistem pembinaan atlet anggar yang belum efektif. Belajar dari negara-negara lain, idealnya pembinaan atlet harus dimulai sejak sedini mungkin mulai dari sekolah dasar yang diiringi dengan kedisiplinan latihan.

“Saya kira anggar Indonesia untuk di Olimpiade masih jauh karena sistem pembinaannya. Atlet yang di Olimpiade itu, mereka sudah mulai latihan dari sekolah dasar, terus rutin latihannya,” kata dia.

Alkindi sendiri baru mulai serius menggeluti olahraga anggar saat memasuki usia sekolah menengah pertama dengan mengikuti kompetisi tingkat daerah. Pada 1981, ia tampil dalam PON untuk pertama kalinya meski hanya sebagai atlet cadangan. Melaju pada fase berikutnya, ia akhirnya menyabet emas dari floret individu dan beregu pada PON 1985.

Semenjak itu, Alkindi ditarik masuk pelatnas pada 1986 hingga 1993. Selain tampil di Olimpiade, Alkindi juga berkompetisi pada ajang Asian Games dan SEA Games dengan mencatatkan prestasi yang gemilang. Pada 1995, ia pensiun dari dunia atlet.

Melihat dinamika pertandingan anggar PON XXI yang lalu, Alkindi menilai secara umum performa para atlet dari seluruh kontingen masih agak lambat. Menurut dia, performa atlet anggar Indonesia saat berlaga di SEA Games atau kejuaraan Asia lainnyalah yang bisa dijadikan tolok ukur atau barometer yang sesungguhnya.

Meski begitu, Alkindi memandang bahwa potensi tunas-tunas baru untuk melanjutkan perjuangannya di ajang Olimpiade itu sebetulnya ada. Tinggal bagaimana komitmen pelatih dan pengurus dalam peningkatan sistem pembinaan hingga tekad kuat dan kedisiplinan yang dipupuk para atlet.

Adapun IKASI Aceh optimis bisa terus melahirkan atlet-atlet yang mumpuni dari generasi baru. Melihat ketekunan para atlet Aceh sejak dalam pemusatan latihan, IKASI Aceh berharap kemampuan mereka dapat terus meningkat sehingga menjadi andalan nasional untuk mewakili Indonesia di ajang internasional.

Satu langkah awal yang baik telah dilalui anggar Aceh dengan mencetak capaian terbesar sebagai juara umum. Erwan bersama dua atlet lainnya yang tergabung dalam floret beregu pada PON XX, yakni Zaidil Al Muqaddin dan Yudi Anggara Putra, sukses mempertahankan raihan emas pada nomor yang sama di ajang PON XXI.

Selain mereka, muncul nama-nama baru yang mewarnai prestasi anggar Aceh seperti Indra Agus Setiawan, Razaq Barry, Ody Tasmara, Teuku Muhammad Aghfa Tuwasza, Saidinanda Mulkan, Husnuel Yaqin Alfarish, hingga Rio Aditia.

Atlet anggar putri juga tak ketinggalan, antara lain Bifani Ivana Cordelea, Ummi Nadra, dan Elvanda Cantika Putri. Mereka menunjukkan permainan terbaiknya selama PON XXI. Sebagian di antara atlet anggar Aceh ini bahkan pernah mengikuti kejuaraan tingkat Asia.

Alkindi mengamini, PON XXI memang menjadi momentum kebangkitan kembali bagi anggar Aceh setelah sekian lama tidak mendulang emas. Namun, ia mengingatkan bahwa perjuangan untuk mempertahankan prestasi akan jauh lebih sulit ketimbang perjuangan untuk membangun prestasi dari nol.


Baca juga: Anggar - Atlet Aceh mulai bangkit kembali pasca-tsunami
Baca juga: Emas anggar pertama Jawa Barat dicetak lewat degen beregu putri

 

Halaman berikut: “Pekerjaan rumah” selanjutnya

Copyright © ANTARA 2024