Banjarbaru (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menggandeng media massa untuk menghadirkan pemberitaan positif untuk mencerahkan pembaca dalam menekan angka kekerasan seksual utamanya pada perempuan.

“Pada 2016 kami sudah mengeluarkan pedoman pemberitaan yang ramah anak khususnya kekerasan seksual, dan ini sudah diikuti Dewan Pers. Kami berkolaborasi bersama lembaga pers agar apa yang kami riset dan kaji bisa disampaikan pers kepada publik dengan pemberitaan yang mendidik,” kata Analis Kebijakan Ahli Madya Deputi Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA Susanti saat kegiatan lokakarya peningkatan kompetensi wartawan dalam pemberitaan untuk pencegahan dan penanganan kekerasan seksual lingkungan pers di Banjarbaru, Kalsel, Rabu.

Dia menyebutkan KemenPPPA telah melakukan survei pengalaman hidup nasional perempuan sebanyak dua kali pada periode 2016 dan 2021.

“Hasil survei pengalaman hidup perempuan pada 2016, terdapat satu dari tiga perempuan mengalami kekerasan seksual. Angka ini turun pada survei 2021, yakni satu dari empat perempuan mengalami kekerasan seksual,” ucapnya.

Susanti menjelaskan berdasarkan hasil survei tahap satu dan dua ini, menunjukkan angka positif setelah melakukan berbagai upaya dan kolaborasi bersama seluruh pihak.

Baca juga: KemenPPPA tingkatkan kualitas pemberitaan kekerasan seksual di Kalsel

Oleh karena itu, kata dia, pada survei tahap tiga yang masih berlangsung hingga saat ini, diharapkan dapat menurunkan angka kekerasan seksual pada perempuan melalui kolaborasi dengan media massa dan wartawan, seperti kegiatan lokakarya untuk memberikan pemahaman kepada wartawan terkait hal yang boleh dipublikasikan dari sisi korban kekerasan seksual.

Susanti mengungkapkan, sebagai bentuk komitmen pemerintah, saat ini Undang Undang UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual telah disahkan.

Dia berharap, lembaga pers sebagai pengontrol dapat lebih maksimal menyebarluaskan pemberitaan yang mengedukasi dan mendidik bagi masyarakat dengan cara tidak menonjolkan sisi negatif dari yang dialami oleh korban kekerasan, tetapi lebih ke arah bagaimana cara memulihkan kondisi psikologi korban kekerasan seksual agar tidak mengalami trauma berkelanjutan.

“Pada kasus kekerasan seksual, yang lebih sulit itu untuk memulihkan kondisi korban. Sehingga peran pers ini sangat besar untuk mencegah agar tidak semakin banyak kasus yang terjadi,” tutur Susanti.

Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengatakan UU tentang TPKS ini merupakan langkah strategis menyikapi maraknya kasus kekerasan seksual.

“Namun perlu kolaborasi bersama pers agar masyarakat mendapatkan pencerahan dan wawasan dalam menyikapi kasus kekerasan seksual guna melindungi dan memulihkan korban,” ujar Ninik.

Baca juga: KPPPA tekankan edukasi seksual sejak dini cegah kekerasan seksual
Baca juga: Jokowi minta TNI/Polri jadi institusi pertama lindungi perempuan-anak

Pewarta: Tumpal Andani Aritonang
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2024