Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan menyebutkan, publik perlu mengonsumsi antibiotik secara bijak guna menghindari resistensi antimikroba (antimicrobial resistance/AMR), yang dapat memengaruhi perawatan pasien.
Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan dr. Azhar Jaya mengatakan, pada data 2023, terdapat peningkatan resistensi antimikroba pada bakteri jenis Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae. Menurutnya, kedua bakteri ini dapat menyerang seluruh sistem organ dalam tubuh manusia dan menyebabkan kematian.
"Di tahun 2023 pada 24 rumah sakit sentinel site sebesar 70,75 persen dari target ESBL (Extended-spectrum Beta-Lactamase) tahun 2024 sebesar 52 persen," dia menjelaskan.
Oleh karena itu, untuk mencegah resistensi antimikroba, dia menjelaskan sejumlah langkah.
"Gunakan antibiotik hanya ketika diresepkan oleh dokter. Ikuti petunjuk dokter mengenai dosis dan durasi pengobatan," kata Azhar.
Dia juga mengingatkan untuk tidak menggunakan antibiotik yang dibeli tanpa resep atau sisa obat dari perawatan sebelumnya. Jika dokter meresepkan antibiotik untuk infeksi yang tampaknya ringan, katanya, tanyakan alasan dan manfaatnya, serta alternatif pengobatan yang mungkin tersedia.
Baca juga: Guru Besar UI: Penjualan dan penggunaan antibiotik harus terkontrol
"Jika Anda memiliki hewan peliharaan, pastikan antibiotik yang diberikan kepada hewan juga digunakan secara bijaksana. Sebab, resistensi dapat terjadi di antara hewan dan manusia," dia menambahkan.
Selanjutnya, kata Azhar, untuk menghindari risiko infeksi dan kebutuhan antibiotik, lakukan kebiasaan higienis yang baik seperti mencuci tangan secara teratur. Selain itu, ujarnya, lakukan vaksinasi yang diperlukan untuk mencegah infeksi yang bisa memerlukan antibiotik jika terjadi.
"Diskusikan kekhawatiran Anda dengan tenaga medis tentang penggunaan antibiotik dan manfaat serta risikonya. Pertanyaan ini dapat membantu Anda memahami keputusan perawatan yang diambil," dia mengingatkan.
Menurut Azhar, Strategi Nasional (Stranas) Antimicrobial Resistance 2025-2029 telah mengatur bahwa kampanye penggunaan antibiotik yang bijak tidak hanya ditujukan kepada masyarakat melalui Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE), tetapi juga kepada tenaga medis.
“Upayanya melalui peningkatan kompetensi dokter dalam tata laksana penyakit infeksi dan kepatuhan akan standar pelayanan dan panduan praktik klinis untuk dokter di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan,” ucapnya.
Pengawasan terhadap pemberian antibiotik perlu dilakukan melalui Rekam Medis Elektronik (RME) yang digunakan oleh tenaga medis, serta kewajiban melaporkan penggunaan antibiotik golongan cadangan (reserve antibiotics) pada pasien beserta alasannya.
“Tenaga kesehatan selain dokter, tidak diperkenankan memberikan resep, kecuali mendapatkan kewenangan tambahan dari Menteri atau peraturan perundang-undangan,” pungkas Azhar Jaya.
Dia menambahkan, merawat pasien dengan infeksi AMR sangat sulit karena beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut adalah pilihan obat yang terbatas, lambatnya penegakan diagnosis, efek samping, penyebaran infeksi AMR yang cepat, serta mahalnya biaya.
Baca juga: Apoteker ingatkan konsumsi obat antibiotik harus sampai tuntas
Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2024