Mataram (ANTARA) - Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) mengungkapkan penggunaan pesawat udara kecil tanpa awak atau drone dapat mengganggu kehidupan satwa dan mengacaukan ekosistem di Gunung Rinjani.

"Ketika semua pendaki yang sekarang rata-rata 400 orang bawa drone semua, apa jadinya satwa kami yang di atas, bisa kacau ekosistem," kata Kepala Sub Bagian Tata Usaha Balai TNGR Teguh Rianto di Mataram, Rabu.

Ia mengatakan setiap wisatawan yang membawa drone dan memasuki kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani, maka mereka wajib izin kepada pihak Balai TNGR.

Pada 17 September 2024, Balai TNGR menerbitkan pengumuman terkait prosedur penggunaan drone di kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani. Pengumuman itu menyikapi kondisi di lapangan karena terdapat animo pengunjung yang cukup tinggi dalam penggunaan drone.

Balai TNGR memungut tarif untuk pendapatan negara bukan pajak (PNBP) kepada wisatawan yang menggunakan drone untuk tujuan snapshot film komersial sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2014 .

Besaran pungutan PNBP terbagi ke dalam tiga kategori, yakni video komersiil dikenakan tarif Rp10 juta per paket, pengambilan gambar melalui handycam senilai Rp1 juta per paket, dan pengambilan foto Rp250 ribu per paket.

Baca juga: Balai TN Gunung Rinjani kenakan tarif penggunaan drone bagi wisatawan

Aturan itu berlaku untuk semua lokasi yang berada di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani, terutama destinasi wisata. Adapun penggunaan drone di luar destinasi wisata hanya untuk keperluan penelitian.

"Masalah pungutan atau tidak nanti tergantung tujuan karena penghuni kawasan tidak cuma pendaki saja," kata Teguh.

Dia menegaskan Taman Nasional Gunung Rinjani adalah kawasan konservasi sehingga prinsip-prinsip berwisata harus memakai prinsip konservasi.

Menurut catatan sejarah, Taman Nasional Gunung Rinjani merupakan kawasan Suaka Marga Satwa yang ditetapkan Gubernur Hindia Belanda pada 1941.

Pada 6 Maret 1990, saat acara puncak Pekan Konservasi Alam Nasional ke-3 di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, Menteri Kehutanan RI saat itu mengumumkan perubahan menjadi Taman Nasional Gunung Rinjani.

Terdapat dua wilayah pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani, yakni Seksi Konservasi Wilayah I Lombok Utara dengan luas mencapai 12.357 hektare (30 persen) dan Seksi Konservasi Wilayah II Lombok Timur seluas 22.152 ribu hektare (53 persen).

Kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani memiliki fungsi pokok sebagai tempat perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistem.

Baca juga: Tim SAR gunakan drone cari WNA Rusia yang hilang di Gunung Rinjani
Baca juga: Menyelamatkan Rinjani dari polusi sampah
Baca juga: Gunung Rinjani terapkan pendakian nol sampah mulai tahun 2025

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024