Penguasaan jaringan transmisi ketenagalistrikan harus dikuasai negara melalui BUMN, yaitu PLN
Jakarta (ANTARA) - Pengamat Energi dari Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara menegaskan bahwa pengelolaan sistem ketenagalistrikan selain PLN merupakan pelanggaran konstitusi dan menyalahi putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Penguasaan jaringan transmisi ketenagalistrikan harus dikuasai negara melalui BUMN, yaitu PLN. Itu amanat konstitusi yang diturunkan dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional/RUKN dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik/RUPTL," katanya di Jakarta, Rabu.

Pernyataan Marwan tersebut menanggapi upaya beberapa pihak swasta dan bahkan BUMN lain non-ketenagalistrikan yang ingin menumpang jaringan ketenagalistrikan yang selama ini dikelola negara melalui PLN.

Melalui keterangannya dia menuturkan sistem ketenagalistrikan sebaiknya dijalankan sesuai aturan, dalam hal ini, yang bisa menjual listrik ke masyarakat hanya PLN.

Keinginan itu muncul bersamaan saat DPR dan pemerintah membahas RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) yang masih alot karena power wheeling yang membolehkan perusahaan lain menumpang jaringan ketenagalistrikan yang saat ini dikelola PLN.

“Beberapa kali skema power wheeling disusupkan dalam RUU EBET. Meski skema power wheeling sudah berkali-kali dibatalkan MK, tetap saja muncul. Memaksakan power wheeling lagi, ya melanggar konstitusi lagi,” katanya.

Dikatakannya, putusan MK No.36/2012 telah menjelaskan dan mempertegas peran penguasaan negara menguasai sektor strategis dan menyangkut hajat hidup orang banyak.

"Melalui ketentuan bahwa pengelola hajat hidup rakyat tersebut adalah PLN," katanya.

Selanjutnya, menurut dia, ada Putusan MK No. Putusan 001-021-022/PUU-I/2003 yang menyatakan bahwa kebijakan pemisahan usaha penyediaan tenaga listrik dengan sistem unbundling (dalam UU No.20/2002) mereduksi makna dikuasai negara yang terkandung dalam Pasal 33 UUD 1945.

"Terbaru, putusan MK No.111/PUU-XIII/2015 menyatakan usaha ketenagalistrikan yang dilakukan secara kompetitif dan unbundling bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945," katanya.

Menurut dia skema power wheeling sangat berisiko mewariskan tarif listrik yang tidak lagi terjangkau bagi rakyat, apalagi jika power wheeling dibuka untuk swasta.
Selain itu, tambahnya, negara juga dirugikan karena jaringan transmisi listriknya digunakan juga oleh swasta, sedangkan investasi jaringan listrik itu mahal.

Baca juga: Iress: Keberatan pengusaha atas revisi Permen 26/2021 tak berdasar
Baca juga: IRESS: Revisi PLTS Atap tegaskan pemerintah ciptakan keadilan energi

 

Pewarta: Subagyo
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2024