Jakarta (ANTARA News) - PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) telah menunjuk Standard Chartered Bank, Mizuho dan ABN Amro sebagai
arranger untuk pinjaman sindikasi (syndicate loan) sebesar 150 juta dolar AS untuk mendukung bisnis kantor cabang BNI di luar negeri serta dalam rangka
refinancing (pembiayaan kembali).
Sekretaris Perusahaan Bank BNI Intan Abdams Kaloppo, dalam penjelasannya kepada Bursa Efek Jakarta (BEJ), akhir pekan ini, mengatakan pinjaman sindikasi adalah salah satu strategi pendanaan yang berupa pinjaman secara
clean basis (tanpa jaminan atau underlying) dari beberapa pihak yang berpartisipasi.
Bank BNI, kata dia, mencari pendanaan melalui pinjaman sindikasi dengan tujuan untuk
refinancing dan
business supporting, terutama untuk cabang luar negeri. Pinjaman sindikasi sebesar 150 juta dolar AS tersebut akan berjangka waktu 2-3 tahun dengan
booking office di Hongkong, Tokyo dan London.
Sementara itu Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada Jumat (29/9) memutuskan untuk memperpanjang penghentian sementara (suspensi) perdagangan saham BBNI di pasar reguler dan tunai sampai dengan adanya pengumuman lebih lanjut.
Sebelumnya, BEJ melakukan suspensi atas perdagangan saham BBNI dalam rangka
cooling down selama 2 sesi mulai sesi I perdagangan 29 September 2006, sehubungan dengan kenaikan harga kumulatif yang signifikan sebesar Rp1.035 atau 77,24 persen dari Rp1.340 pada penutupan 11 September 2006 menjadi Rp2.375 pada penutupan 28 September 2006.
Menurut Kadiv. Perdagangan BEJ, Supandi, suspensi tersebut dilakukan untuk memberikan waktu yang memadai bagi pelaku pasar untuk mempertimbangkan kembali secara matang berdasarkan informasi yang ada dalam setiap pengambilan keputusan investasinya pada saham BBNI.
Namun Intan menyatakan, BNI tidak mengetahui adanya informasi atau fakta material yang dapat mempengaruhi nilai efek perusahaan atau keputusan investasi pemodal, dan tidak mengetahui adanya aktivitas pemegang saham tertentu.
"Belum ada rencana Bank BNI melakukan tindakan korporasi dalam waktu tiga bulan ke depan seperti menjual atau mengalihkan satu unit atau aset perusahaan yang nilainya cukup material kepada pihak lain, atau kehilangan kontrak yang nilainya cukup material," jelasnya.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006