Jakarta (ANTARA) -
Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan indikator penting untuk menilai kesejahteraan petani di suatu daerah.

NTP mengukur perbandingan antara harga yang diterima petani dari penjualan hasil produksi dan biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan produksi serta konsumsi rumah tangga.

Semakin tinggi NTP, kesejahteraan petani meningkat karena pendapatan dari produksi mampu menutupi biaya pengeluaran. NTP juga berperan dalam memantau fluktuasi harga komoditas pertanian melalui indeks harga yang diterima petani (IT), serta menjadi data pendukung perhitungan Produk Domestik Bruto (PDB) atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di sektor pertanian.

Indeks harga yang dibayar petani (IB) disusun berdasarkan survei bulanan harga konsumen di pasar pedesaan, sedangkan indeks harga yang diterima petani (IT) berasal dari survei harga di tingkat produsen (farm gate).

Kedua indeks tersebut dihitung setiap bulan menggunakan formula Laspeyres yang telah dikembangkan, dengan NTP sebagai rasio antara IT dan IB yang dinyatakan dalam persentase. Adapun NTP memiliki tiga kategori umum, diantaranya.

3 kategori umum NTP

1. NTP > 100: Petani mendapatkan keuntungan perdagangan, yaitu ketika harga yang mereka terima naik lebih cepat daripada harga yang harus mereka bayar, atau ketika penurunan harga yang diterima lebih lambat dibanding harga yang dibayar.

2. NTP = 100: Kondisi perdagangan petani stabil, dimana perubahan harga yang diterima sebanding dengan perubahan harga yang dibayar dibandingkan dengan tahun dasar.

3. NTP < 100: Petani mengalami kerugian perdagangan, saat harga yang dibayar meningkat lebih cepat dibanding harga yang diterima, atau saat harga yang dibayar menurun lebih lambat dari harga yang diterima.

BPS biasanya mencakup beberapa komoditas dalam perhitungan NTP, yaitu.


Komoditas perhitungan NTP

1. Sub sektor tanaman pangan: mencakup padi dan palawija.

2. Sub sektor hortikultura: meliputi sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan tanaman obat.

3. Sub sektor tanaman perkebunan rakyat: termasuk kelapa, kopi robusta, cengkeh, tembakau, dan kapuk odolan, dengan variasi jumlah antar daerah.

4. Sub sektor peternakan: terdiri dari ternak besar (sapi, kerbau), ternak kecil (kambing, domba, babi), unggas (ayam, itik), serta hasil ternak seperti susu sapi dan telur.

5. Sub sektor perikanan: mencakup perikanan tangkap dan budidaya.

Nilai tukar petani dapat berbeda antar daerah dan mengalami fluktuasi dari waktu ke waktu. Perhitungan nilai tukar petani dilakukan baik secara nasional maupun lokal.

Berdasarkan data dari BPS Nusa Tenggara Timur, NTP untuk bulan Mei 2024 dihitung berdasarkan tahun dasar 2018 (2018=100) dan mencakup lima subsektor, padi dan palawija, hortikultura, tanaman perkebunan rakyat, peternakan, dan perikanan.

Pada bulan Mei 2024, NTP di Nusa Tenggara Timur tercatat sebesar 98,77, dengan rincian NTP subsektor sebagai berikut: 98,32 untuk padi-palawija (NTP-P), 101,57 untuk hortikultura (NTP-H), 96,08 untuk tanaman perkebunan rakyat (NTP-TPR), 107,42 untuk peternakan (NTP-Pt), dan 91,75 untuk perikanan (NTP-Pi).

Terdapat peningkatan 0,43 persen dari bulan April 2024, yang disebabkan oleh laju kenaikan indeks harga terima yang lebih cepat dibandingkan indeks harga bayar, terutama di subsektor hortikultura, tanaman perkebunan rakyat, dan perikanan.

Pada wilayah daerah perdesaan, terjadi deflasi sebesar 0,31 persen, terutama pada subkelompok makanan, minuman, dan tembakau.

Cara menghitung NTP

NTP dihitung dengan membandingkan indeks IT dan indeks IB menggunakan rumus berikut:

NTP = (IT/ IB) × 100

- IT (Indeks yang diterima petani): Mengukur perubahan harga barang hasil produksi yang dijual oleh petani.

- IB (Indeks yang dibayar petani): Mengukur perubahan harga barang dan jasa yang dibutuhkan petani, baik untuk kegiatan produksi maupun konsumsi sehari-hari.

Sebagai contoh, jika NTP suatu wilayah mencapai 105, itu berarti pendapatan petani 5 persen lebih tinggi daripada pengeluaran yang diperlukan, sehingga kesejahteraan petani meningkat.

Dengan adanya NTP, pemerintah dan pemangku kebijakan dapat memantau kondisi ekonomi petani dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.

Pewarta: M. Hilal Eka Saputra Harahap
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2024