Karena pada dasarnya seorang pembelajar sejati, mengutip buku "Lima Windu Antara" karangan Soebagijo I.N terbitan 1978, Adam Malik berusaha menerapkan pola berita seperti dibuat kantor berita Reuters, dengan memberikan layanan berita kepada media lain.
Konsep itu bahkan tak terpikirkan di masa itu, sampai ditertawakan oleh kebanyakan wartawan zaman itu. Tapi ternyata pemikiran Adam Malik cs justru melampaui zamannya, dan bahkan melewati gerakan-gerakan anti-kolonialisme umumnya di Asia.
Tak ada kantor berita Asia lain yang lahir sebagai bentuk perlawanan terhadap penjajahan dan lahir sebelum negerinya lahir, selain Kantor Berita Antara.
Antara tak saja menjadi lembaga pers tertua Indonesia yang masih bertahan sampai kini, tapi juga salah satu yang tertua di Asia. Hanya Anadolu di Turki, CNA di Taiwan, Xinhua di China dan IRNA di Iran, yang lebih tua dari Antara.
Tak cuma pers yang menjadi dunia Adam Malik, karena dia juga politisi tangguh yang jatuh bangun bersama partainya.
Namun yang paling dibahas orang adalah reputasinya sebagai diplomat ulung, termasuk saat memimpin Indonesia dalam perundingan masa depan Irian Barat, dengan Belanda, yang berlangsung di New York, dengan perantara Amerika Serikat.
Di sana, dia berhasil mendesak delegasi Belanda pimpinan Jan Herman van Roijen untuk menyepakati Perjanjian New York pada 15 Agustus 1962, yang membuat Belanda angkat kaki dari Irian Barat setelah mengambangkan status wilayah itu dalam Konferensi Meja Bundar pada 1949.
Irian Barat kemudian diurus sementara oleh United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) sebelum menjadi bagian Republik Indonesia pada 1 Mei 1963.
Kiprah besar lain Adam Malik adalah membentuk Asosiasi Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) bersama Narciso Ramos, Tun Abdul Razak, Tharat Khoman dan S. Rajaratnam, yang dideklarasikan pada 8 Agustus 1967.
Kelima orang itu menjabat menteri luar negeri untuk Indonesia, Filipina, Malaysia, Thailand, dan Singapura.
Adam Malik, Ramos dan Rajaratnam memiliki latar belakang wartawan, yang mungkin memudahkan komunikasi dan kesepahaman di antara lima pendiri ASEAN itu.
Reputasi diplomatiknya dia tunjukkan lagi saat menjabat Presiden Sidang Umum PBB pada 1971-1972 ketika dia berperan besar dalam masuknya Republik Rakyat China sebagai anggota PBB pada Oktober 1971, menggantikan Republik China (Taiwan).
Saat itu harian terkemuka AS, New York Times, menuliskan Adam Malik sebagai diplomat yang bereputasi hebat dalam meyakinkan semua pihak berbeda pandangan agar bersepakat.
Baca juga: Jurnalis sekaligus diplomat dan politisi ulung itu bernama Adam Malik
Selanjutnya: Warisan terbesar
Copyright © ANTARA 2024