Hasil produksi dari praktik budi daya udang di tambak tradisional sangat bergantung dengan daya dukung lahan di sekitarnya
Jakarta (ANTARA) - Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) melakukan sosialisasi perhutanan sosial untuk petambak udang tradisional di Kampung Pegat Batumbuk, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.

“Sosialisasi dilakukan karena sebagian besar petambak kurang memahami status legalitas lahan yang berada di hutan negara, jadi diarahkan ke skema perhutanan sosial,” kata Manajer Hubungan Pemerintahan YKAN untuk Berau, Gunawan Wibisono pada siaran pers YKAN yang diterima di Jakarta, Rabu.

Baca juga: Bupati Karawang minta pemerintah pusat beri pupuk subsidi ke petambak

Ia mengatakan, hasil produksi dari praktik budi daya udang di tambak tradisional sangat bergantung dengan daya dukung lahan di sekitarnya.

Umumnya, praktik budi daya ini memanfaatkan lahan mangrove untuk dijadikan tambak, padahal hutan mangrove berfungsi sebagai habitat bagi keanekaragaman hayati yang unik dan melimpah. Maka dari itu, kualitas lingkungan yang sehat sangat dibutuhkan untuk mendapatkan hasil produksi yang baik.

Oleh karena itu, YKAN dengan para mitra mengembangkan metode akuakultur berkelanjutan, yakni Shrimp-Carbon Aquaculture (SECURE) untuk diterapkan petambak.

“Pendekatan ini bertujuan meningkatkan ketahanan pesisir dengan mengembalikan ekosistem mangrove hingga 80 persen dari total area tambak dan mengoptimalkan area yang tersisa untuk praktik budi daya tambak udang berkelanjutan, serta mampu memberikan produktivitas yang optimal,” katanya.

Menurut Gunawan, konsep Perhutanan Sosial dipilih karena dapat meningkatkan konsolidasi sumber daya penganggaran, baik dari Pemerintah Kabupaten Berau, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.

Sosialisasi dilakukan bekerja sama dengan Pemkab Berau, Kesatuan Pengelola Hutan Produksi (KPHP) Berau Utara, Pemerintah Kampung Pegat Batumbuk, dan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), bekerja sama untuk memberikan pemahaman sekaligus solusi terkait status legalitas lahan tambak di Kampung Pegat Batumbuk.

Baca juga: PLN bantu petambak udang Takalar berhemat berkat energi hijau

Menurut Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Berau Utara Najib, Perhutanan Sosial dengan skema Hutan Kemasyarakatan dapat menjadi solusi dari apa yang mereka hadapi sekarang.

"Sosialisasi ini bermaksud untuk memfasilitasi pengusulan Hutan Kemasyarakatan agar praktik budi daya tambak tradisional ini menjadi legal untuk masyarakat di sekitar kawasan hutan,” katanya.

Dari total 30.132 hektare luas wilayah administrasi, sebagian besar wilayah Kampung Pegat Batumbuk itu berada di dalam lahan Hutan Produksi, di mana hal ini bertolak belakang dengan praktik budi daya tambak tradisional.

Untuk mengakomodir kepentingan masyarakat, pada 2018, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengeluarkan Surat Keputusan SK.7992/Menlhk-PSKL/PSL.0/11/2018 yang mengubah status lahan seluas 11.180 hektare di Pegat Batumbuk menjadi Perhutanan Sosial dengan skema Hutan Desa yang pengelolaannya dimandatkan kepada Lembaga Pengelolaan Hutan Desa (LPHD) Pegat Batumbuk.

Selain itu, pada 2023, Pemerintah Kampung Pegat Batumbuk mengajukan usulan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) seluas 1.050 hektare untuk wilayah tambak yang pemiliknya berdomisili di Kampung Pegat Batumbuk.

Baca juga: Dompet Dhuafa kembangkan udang vaname majukan petambak tradisional
 

Pewarta: Budhi Santoso
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2024