Jakarta (ANTARA) -
Kondisi keuangan yang sulit terkadang memaksa seseorang untuk meminjam uang. Mulai dari utang kepada teman hingga pinjaman ke bank dalam jumlah besar.

Namun kewajiban untuk melunasi utang tetap menjadi tanggung jawab bagi setiap individu.
 
Namun, bagaimana jika seseorang tidak membayar utangnya? Berikut penjelasannya menurut pandangan Islam:
 
Hukum membayar utang
 
Dalam Islam, membayar utang adalah kewajiban yang sangat diutamakan. Sebab, berhutang sama halnya dengan menjaga amanah, sehingga perlu dikembalikan yang bukan milik kita.
 
Rasulullah SAW mengajarkan untuk seseorang yang memiliki utang wajib melunasinya dan Allah SWT sangat tidak menyukai mereka yang sengaja menunda-nunda pembayaran utang padahal mampu membayarnya.
 
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang berutang, lalu ia berniat tidak membayarnya, maka dia akan bertemu dengan Allah pada hari kiamat sebagai pencuri.” (HR. Ibnu Majah).
 
Hadits ini menunjukkan betapa pentingnya menunaikan kewajiban membayar utang, karena orang yang sengaja tidak melunasi utangnya dianggap tidak amanah dan mengambil hak orang lain.
 
Selain itu, berdosa bagi orang yang menunda-nunda pembayaran utang tanpa alasan yang jelas. Orang yang mampu membayar tetapi memilih untuk menunda akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat.
 
Rasulullah SAW bersabda, “Menunda pembayaran utang oleh orang yang mampu adalah suatu kezaliman.” (HR. Bukhari).
 
Maka, menunda pembayaran utang bagi yang mampu hukumnya adalah haram dan dzolim, terutama terhadap orang yang telah memberi pinjaman dengan niat baik.
 
Tidak hanya itu, dalam Islam bagi yang tidak membayar hutang, lalu meninggal dunia dalam keadaan masih memiliki utang yang belum dilunasi, ruh mereka akan menggantung atau tertahan perjalanannya ke tempat mulia hingga utangnya dibayarkan.
 
Sehingga, sangat dianjurkan untuk jenazah yang masih memiliki hutang segera dibayarkan sebelum proses pemandian atau memindahkan tanggung jawab bayar hutang ke walinya.
 
Hal ini menandakan bahwa tanggung jawab hutang tetap akan dibawa walaupun sudah meninggal dunia. Walaupun ia dalam keadaan mati syahid pun, doa hutang tidak akan diampuni.
 
Namun, Islam juga tidak memberikan keberatan bagi yang tak mampu. Jika seseorang benar-benar tidak mampu membayar utangnya, pemberi utang dianjurkan untuk memberikan tenggang waktu atau bahkan mengikhlaskan utang tersebut.
 
Baiknya jika mengetahui peminjam dalam masa benar-benar sulit, lebih baik untuk tidak menagih hutang bahkan memaksa untuk membayarnya.
 
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 280, “Jika (orang yang berutang itu) dalam kesulitan, berilah tenggang waktu sampai dia berkelapangan. Kamu menyedekahkan (membebaskan utang) itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahuinya.”
 
Ayat ini menunjukkan pentingnya sikap tolong-menolong dan saling memudahkan dalam urusan utang piutang. Islam mengajarkan antara kewajiban membayar utang dan memberikan kemudahan bagi mereka yang benar-benar kesulitan.
 
Baca juga: Cara dan waktu yang tepat untuk menarik investasi SUN

Baca juga: Hukum utang piutang dalam perspektif Islam

Baca juga: Berapa dana minimal yang diperlukan untuk beli Surat Utang Negara?
 

Pewarta: Putri Atika Chairulia
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2024