London (ANTARA News) - Indonesia tercatat telah memberikan kontribusi yang positif dalam memberikan masukan bagi para pemangku kepentingan di Parlemen Eropa (PE) yang tengah mencari bentuk multikulturalisme di Uni Eropa (UE) dan untuk itu belajar dari Indonesia bagaimana mengelola kemajemukan masyarakatnya.
Hal itu diungkapkan Duta Besar RI untuk Belgia, Luksemburg dan Uni Eropa, Arif Havas Oegroseno merujuk pada laporan tahunan PE yang dikeluarkan setelah reses PE bulan April 2014 lalu, dan menjelang Pemilihan Umum pada tanggal 22-25 Mei mendatang, demikian Counsellor KBRI Brusel, Riaz J.P. Saehu, kepada Antara London, Rabu.
Isi laporan tahunan itu antara lain berisi kegiatan utama yaitu Hearing, Pertemuan Kelompok Kerja, Konferensi di dalam PE di Brussel dan Strasbourg, serta konferensi-konferensi internasional lainnya yang diselenggarakan di luar kota Brussel dan Strasbourg.
Indonesia tercatat telah terlibat dalam dua kegiatan utama yaitu konferensi PE di Brussel Juni tahun lalu dengan tema "Multiculturalism and Diversity: the Case of Indonesia" yang menghadirkan pembicara Dubes RI, Prof. Dr. Mohammad Atho Mudzhar (mantan Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta); Prof. Dr. F.X. E. Armada Riyanto (Akademisi/mantan Ketua Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi STFT Widya Sasana, Malang).
Kegiatan lain yaitu konferensi internasional dengan tema "Religions in the Process of Peace Building and Conflict Resolution in the Mediterranean Region" Oktober tahun lalu di Nicosia, Cyprus dengan pembicara dari Indonesia, Dr. Fatimah Husein, akademisi dari UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Dalam laporan tahunan tersebut, disampaikan pernyataan anggota PE yang juga Ketua Komite Hubungan Luar Negeri PE, Dr. Elmar Brok, perkembangan di Indonesia sangat positif dan pendekatan Indonesia yang toleran, kooperatif melalui diskursus dialog lintas agama membuktikan bahwa upaya tersebut sangat efektif dalam memberantas radikalisme.
Pernyataan selanjutnya dari Elmar Brok yang masuk dalam laporan tahun tersebut adalah bahwa "Indonesia could serve as a good example how minorities could live together".
Kerjasama Indonesia dengan Uni Eropa dalam promosi HAM dan demokrasi telah dilakukan secara regular sejak tahun 2010 melalui Dialog HAM RI-UE dan tahun ini akan memasuki tahun ke-5.
Indonesia mengisi diskursus HAM dan demokrasi melalui berbagai aktifitas sejak tahun 2011 antara lain seminar, konferensi dan dialog yang difasilitasi oleh Friends of Indonesia di PE, antara lain Dr. Nerj Deva, MEP (anggota PE dari Kelompok Politik /Ketua Komite Pembangunan Kelompok Negara B/Asia), dan Dr. Werner Langen , anggota PE dari Kelompok Politik EPP/Ketua Delegasi Uni Eropa untuk ASEAN).
Masih di ranah HAM dan demokrasi, Indonesia melakukan berbagai kerjasama dengan think-tank terkemuka Uni Eropa antara lain Center for European Policy Study (CEPS), Friends of Europe, dan European Institute for Asian Studies (EIAS), hingga institusi yang memiliki ratusan jejaring LSM yang memantau diskriminasi dan intoleransi di Uni Eropa .
Indonesia juga memberikan beasiswa lintas agama Indonesian Interfaith Scholarship kepada peserta dari Uni Eropa yang kesehariannya bekerja dengan pemangku kepentingan yang menentukan arah kebijakan politik Uni Eropa dengan Indonesia di ranah HAM dan demokrasi.
Sejak tahun 2013, akademisi perguruan tinggi, think-tank dan LSM dari Indonesia mulai aktif melakukan riset kolaborasi dengan berbagai mitranya di Uni Eropa untuk melakukan penelitian mengenai masalah HAM dan demokrasi yang terjadi khususnya di negara-negara anggota Uni Eropa. (ZG)
Pewarta: Zeynita Gibbons
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014