Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama Man and Biosphere (MAB) Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) melakukan finalisasi laporan tinjauan berkala tujuh cagar biosfer yang ada di Indonesia.
Tujuh cagar biosfer yang akan melaporkan tinjauannya pada 2024 adalah Leuser, Siberut, Bromo Tengger Semeru Arjuno, Tanjung Puting, Takabonerate, Lore Lindu, dan Komodo.
"Dengan tinjauan berkala, dapat diidentifikasi intervensi yang lebih tepat sasaran, mulai dari pengelolaan kehati, peningkatan nilai sosial dan ekonomi hingga penyelesaian konflik manusia-satwa liar," kata Peneliti BRIN sekaligus Ketua Komite Nasional MAB Indonesia Maman Turjaman di Jakarta, Rabu.
Maman menjelaskan pendekatan berbasis lanskap menekankan pentingnya memahami kawasan konservasi sebagai bagian dari ekosistem yang lebih luas, termasuk kawasan penyangga dan kawasan transisi yang melibatkan aktivitas manusia, dalam mengembangkan cagar biosfer.
Baca juga: BRIN evaluasi secara berkala tujuh cagar biosfer dunia di Indonesia
Tinjauan ini, kata dia, merupakan bagian dari proses penilaian UNESCO yang dilakukan setiap 10 tahun untuk memastikan pengelolaan cagar biosfer sesuai dengan standar keberlanjutan yang ditetapkan.
"Dalam cagar biosfer, wilayah inti dapat dilindungi secara ketat, sementara kawasan penyangga dan transisi diatur untuk memastikan penggunaan lahan yang berkelanjutan.," ujarnya.
Tinjauan berkala ini, lanjut Maman, akan mengevaluasi berbagai aspek pengelolaan cagar biosfer, termasuk perlindungan sumber daya alam, tata kelola ekosistem, pembangunan ekonomi berkelanjutan, serta pelibatan masyarakat lokal dan membantu program mitigasi perubahan iklim yang diterapkan sejalan dengan kebijakan pemerintah dan agenda global, seperti Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dan Perjanjian Paris.
Sementara itu, Deputi Kebijakan Pembangunan BRIN Mego Pinandito menegaskan pentingnya kegiatan tinjauan berkala terhadap pengelolaan cagar biosfer.
Baca juga: UNESCO Jakarta jadikan Wakatobi sebagai contoh cagar biosfer di dunia
"Konsinyasi finalisasi tinjauan berkala ini adalah langkah strategis untuk memastikan bahwa pengelolaan cagar biosfer di Indonesia dapat berjalan sesuai standar internasional," kata Mego.
Mego menyebut cagar biosfer merupakan laboratorium alami yang sangat penting, tidak hanya untuk konservasi keanekaragaman hayati tetapi juga sebagai model untuk pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, ia menekankan pihaknya akan terus mendukung upaya ini melalui pendekatan riset yang berkelanjutan dan inovasi dalam tata kelola lingkungan.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU) Itje Chodidjah menekankan upaya ini merupakan peran vital Indonesia dalam mempertahankan konservasi aset berharga milik dunia.
Oleh sebab itu, kata dia, kegiatan tinjauan berkala ini tidak hanya membuktikan keberhasilan dalam pengelolaan, tetapi juga untuk meneguhkan komitmen Indonesia di kancah global pada prinsip pembangunan yang berkelanjutan.
Baca juga: Indonesia punya dua cagar biosfer baru
"Kami berkomitmen laporan tersebut dapat mencerminkan capaian kita semua dalam menghadapi tantangan global, yang juga dapat meningkatkan kontribusi Indonesia dalam inisiatif global. Ini merupakan upaya kita bersama dalam meningkatkan martabat Indonesia di forum internasional," tutur Itje Chodidjah.
Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2024