Jakarta (ANTARA) - Aroma makanan menyerbak dari sebuah tenda yang mulai dipenuhi pengunjung. Di sisi kiri terlihat sejumlah ibu sedang mengaduk adonan yang terdiri dari belut, wortel, telur, sayuran, dan tepung terigu. Adonan tersebut kemudian dimasak dalam wadah bulat, hingga membentuk seperti bola.

Sementara di sisi lain, para ibu dengan mengenakan seragam PKK tengah disibukkan dengan memasak sayur kluwih yang dicampur dengan tempe.

Baiq Nurul Aini (35) terlihat menggendong putri keduanya Ayudia Inara (3), mencari kursi yang masih kosong dan bergabung bersama para ibu lainnya yang juga membawa anaknya di dalam tenda tersebut. Ia bersama ibu-ibu lainnya menanti makanan yang selesai dimasak itu dibagikan.

Meski sudah berusia tiga tahun, Ayudia tidak seperti anak-anak pada umumnya. Tubuhnya kurus dan wajahnya tidak bersemangat. Baiq Nurul mengakui Ayudia tidak seperti anak-anak lainnya.

“Dua bulan lalu beratnya hanya 10,3 kilogram,” kata Baiq, saat ditemui ANTARA di Desa Sukarara, Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, beberapa waktu lalu.

Sejak mengikuti program Rumah Pangan Beragam, Bergizi Seimbang dan Aman (B2SA), perlahan berat badan Ayudia mengalami kenaikan. Kegiatan yang dilakukan tiga kali sepekan itu membagikan makanan B2SA kepada anak-anak yang berisiko mengalami stunting. Kini, berat Ayudia bertambah 1 kg, apalagi Baiq sangat rutin mengikuti kegiatan tersebut.

Ayudia dulu tidak menyukai sayuran dan pilih-pilih soal makanan. Baiq pun hampir kehilangan akal, tapi sejak menjadi peserta program Rumah Pangan B2SA itu, perlahan-lahan perilaku makan anak keduanya tersebut berubah. Anaknya yang dulu tidak menyukai sayur dan buah, perlahan belajar memakan sayur dan buah. Pasalnya, makanan yang dibagikan harus dihabiskan dan tidak boleh dibawa pulang.

Melihat anak-anak lain makan, Ayudia pun mau makan bersama-sama dan makanan yang disediakan habis dilahap.

Tidak hanya di tempat program B2SA, di rumah pun Baiq mencoba untuk berkreasi dengan membuat berbagai makanan yang dapat menggugah selera anaknya. Tidak jarang, ia membuat makanan yang serupa dengan yang didapatkannya di rumah pangan tersebut.

Selain mendapatkan makanan bergizi gratis, para orang tua pun diberikan edukasi bagaimana pola asuh anak serta cara mengolah bahan pangan yang baik. Bagi masyarakat, program seperti itu penting bagi orang tua dan juga anak. Orang tua mendapatkan pengetahuan bagaimana menyediakan makanan yang bergizi yang berbasiskan pangan lokal yang mudah dijangkau dan anak-anak menyukainya.

Kepala Desa Sukarara Samanhudi mengatakan desanya termasuk salah satu lokasi fokus penanganan stunting di Lombok Tengah. Prevalensi stunting di desa itu mencapai 58 persen.

Salah satu penyebabnya adalah pola asuh, khususnya pemberian makanan pada anak yang belum terarah.

Masyarakat juga banyak yang belum memahami terkait nilai gizi dari makanan yang diberikan kepada anak. Sebagian besar masyarakat di desanya berprofesi sebagai petani dan penenun. Tidak jarang, agar tak mengganggu pekerjaan, orang tua memberikan anak makanan ringan nirgizi.

Padahal, akses makanan sehat di daerah itu mudah didapat, seperti belut yang kaya dengan protein, juga sayuran dan buah-buahan. Melalui Rumah Pangan B2SA, para orang tua diharapkan dan dididik untuk mengubah pola pikir dalam pengasuhan anak, sehingga tumbuh kembang anak dapat berjalan optimal. Setiap peserta harus mengikuti 60 kali program makanan bergizi tersebut.

Lewat program itu, pemerintah mengajak para orang tua untuk mengutamakan anak dulu. Kalau anak sudah tidur, baru menenun atau melakukan pekerjaan lainnya. Jangan sampai anak terabaikan lalu diberi makanan yang kurang bergizi.


Tidak sekadar kenyang

Direktur Penganekaragaman Konsumsi Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas) Rinna Syawal mengatakan orang tua perlu selektif dalam memberikan makanan pada anaknya yang sedang bertumbuh.

Orang tua tidak boleh sembarangan memberikan makanan pada anak yang sedang bertumbuh. Makan mi (instan) dengan nasi itu kenyang, tapi tidak sehat. Karena itu, melalui program Rumah Pangan B2SA ini, pemerintah mengubah kebiasaan makan yang sekadar kenyang menjadi makan yang sehat.

Rumah Pangan B2SA merupakan program Badan Pangan Nasional yang bertujuan menyosialisasikan, mengedukasi dan mengimplementasikan ke masyarakat untuk menerapkan pola konsumsi pangan B2SA.

Program Rumah Pangan B2SA itu juga bertujuan mengintervensi pemberian makanan B2SA kepada anak yang mengalami stunting, gizi buruk, gizi kurang, ibu hamil, dan ibu menyusui, dalam rangka menurunkan angka stunting dan daerah rentan bahan pangan. Setiap lokasi yang mendapatkan bantuan Rumah Pangan B2SA tersebut mendapatkan dana sebesar Rp60 juta per lokasi. Kegiatan tersebut melibatkan kelompok masyarakat yang beranggotakan kader PKK desa. Dengan demikian diharapkan dapat menggerakkan perekonomian setempat.

Mengapa pemerintah melibatkan anggota PKK dalam program ini? Karena yang menyiapkan makanan biasanya adalah para ibu dan ibu harus tahu seperti apa makanan sehat itu.

Pertemuan dilakukan selama tiga kali dalam sepekan tersebut, tidak hanya diberikan menu makanan B2SA yang memenuhi kaidah "Isi Piringku" yang terdiri dari sepertiga makanan pokok, sepertiga sayuran, seperenam buah, dan seperenam lauk pauk yang tersedia dalam satu piring, para ibu juga diberikan edukasi mengenai pola makan yang baik dari tim pendamping gizi.

Untuk tumbuh sehat, tubuh manusia membutuhkan setidaknya 40 zat gizi. Oleh karena itu, makanan yang dikonsumsi harus beragam setiap harinya.

Karena itu, pemerintah menekankan bahwa anak yang menjadi peserta program ini tidak boleh diganti dan harus mengikuti program ini hingga akhir.

Terdapat tiga komponen dalam Rumah Pangan B2SA, yakni dapur pengolahan pangan B2SA, makan bersama B2SA dan sosialisasi konsumsi pangan B2SA. Untuk dapur pengolahan pangan B2SA, yang mana kelompok menyusun menu B2SA, sesuai dengan potensi sumber daya lokal yang selanjutnya dibagikan kepada sasaran penerima makanan B2SA di daerah stunting dan rentan rawan pangan.

Makan bersama B2SA, yakni kegiatan makan bersama yang dilaksanakan di rumah pangan B2SA, sekaligus memberikan sosialisasi dan edukasi konsumsi pangan B2SA oleh pendamping. Terakhir, sosialisasi konsumsi pangan B2SA yang dilaksanakan sebanyak tiga kali yang meliputi sosialisasi kepada anggota kelompok sebanyak satu kali dan kepada masyarakat sebanyak dua kali.

Lewat program ini, pemerintah terus menunjukkan komitmennya untuk menekan angka prevalensi stunting dan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya gizi, khususnya bagi tumbuh kembang anak.
 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2024