Hamilton, Kanada (ANTARA) - Misi Tetap Palestina untuk PBB pada Selasa (17/9) mengajukan rancangan resolusi pertama kepada Majelis Umum PBB yang menuntut Israel mengakhiri kehadirannya dalam waktu 12 bulan di wilayah Palestina yang diduduki.

Langkah ini diambil setelah Majelis Umum memberikan hak dan keistimewaan tambahan kepada misi tersebut untuk berpartisipasi di PBB.

Sesi darurat diadakan pada Sidang Umum PBB ke-79 mengenai konsekuensi hukum dari kegiatan Israel di wilayah Palestina yang diduduki.

Presiden Majelis Umum PBB, Philemon Yang, menegaskan kembali "pendapat nasihat (opini hukum)" dari Mahkamah Internasional mengenai tindakan Israel di wilayah Palestina yang diduduki, termasuk Yerusalem Timur.

Yang menekankan bahwa PBB, Majelis Umum, dan Dewan Keamanan memiliki tanggung jawab untuk mengambil langkah-langkah untuk mengakhiri pendudukan ilegal Israel.

"Ini adalah tugas kolektif kami sebagai perwakilan komunitas internasional untuk memastikan bahwa prinsip keadilan dan supremasi hukum menang," katanya.

Dia menyatakan harapan agar sesi ini dapat "membuat perbedaan positif dalam kehidupan banyak orang yang terus menderita di wilayah ini dan yang mengandalkan kami untuk membuat keputusan yang tepat dalam sesi darurat khusus ini."

Duta Besar Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, mengatakan: "Palestina adalah bagian penting dari sejarah universal dan rakyat Palestina adalah bagian integral dari kemanusiaan. Baik negara kami maupun rakyat kami tidak akan menghilang. Tetapi itu bukan alasan untuk mengabaikan ancaman eksistensial yang mereka hadapi."

Menekankan bahwa "orang Palestina ingin hidup, bukan sekadar bertahan hidup," Mansour mengatakan: "Sekarang langit penuh dengan anak-anak yang nyawanya diambil terlalu cepat dan dengan cara yang paling kejam, dan bumi dipenuhi anak-anak yang menderita, yang terluka, lumpuh, menjadi yatim piatu, dan trauma."

"Keadilan yang Tertunda adalah Keadilan yang Ditolak"

Mansour mendesak komunitas internasional untuk meminta pertanggungjawaban Israel, mengutip permintaan terbaru dari Majelis Umum untuk pendapat yang berwenang dari Mahkamah Internasional mengenai pendudukan Israel.

Dia mengutip temuan Pengadilan bahwa pendudukan Israel yang berkelanjutan dan "klaim kontrol permanen atas wilayah Palestina yang diduduki" melanggar prinsip-prinsip dasar hukum internasional.

"Ini adalah pendapat bersejarah," kata Mansour, menambahkan bahwa sekarang merupakan tanggung jawab Majelis Umum dan semua negara anggota untuk "mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan kepatuhan terhadap hukum internasional."

"Sudah saatnya Majelis Umum untuk menjalankan mandatnya dan semua negara untuk memenuhi kewajiban mereka sendiri guna memastikan Israel mematuhi kewajibannya di tengah ketidakpatuhan yang nyata dan pelanggaran yang terus-menerus," tambahnya.

Mansour menegaskan bahwa "tidak ada kekuatan pendudukan yang dapat memiliki hak veto atas hak-hak yang tidak dapat dicabut dari rakyat di bawah pendudukannya," sambil mendesak negara-negara untuk bertindak segera guna menghentikan kekerasan dan mencegah tragedi lebih lanjut.

"Keadilan yang tertunda adalah keadilan yang ditolak. Waktu yang tepat untuk melakukan hal yang benar adalah selalu, sekarang," katanya.

Rancangan resolusi yang sedang dipertimbangkan, yang didukung oleh lebih dari 40 negara, termasuk Turki, dianggap oleh Mansour sebagai titik balik potensial bagi rakyat Palestina.

Mansour lebih lanjut mendesak semua negara anggota untuk "berada di sisi yang benar dari sejarah."

Sumber: Anadolu

Baca juga: China salahkan AS atas kegagalan mencapai gencatan senjata di Gaza
Baca juga: PBB sebut "militerisasi air" oleh Israel bagian dari diskriminasi air


Penerjemah: Primayanti
Editor: Arie Novarina
Copyright © ANTARA 2024