Jakarta (ANTARA News) - Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alifian Mallarangeng tidak tahu bahwa proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang telah diatur oleh stafnya dan mantan bendahara umum Partai Demokrat.
"Kalau bang Andi tahu yang setting saya dan bos saya, maka tentu tidak akan dikasih karena secara politik saya dan bos saya agak bertentangan dalam konteks pemilihan ketua umum (Demokrat)," kata Nazaruddin dalam sidang di pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa.
Nazaruddin bersama dengan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan Andi Mallarangeng menjadi saksi untuk terdakwa mantan Direktur Operasi I PT Adhi Karya Teuku Bagus Mokhamad Noor. Orang yang dimaksud bos oleh Andi adalah Anas Urbaningrum selaku ketua fraksi Demokrat di DPR, sedangkan ia menjabat sebagai bendahara fraksi Demokrat.
"Saya pernah diperintahkan pimpinan untuk bertemu Bang Andi di lantai 10 gedung Kemenpora pada Januari 2010, yang datang saat itu Prof Mahuyuddin, saya, Angelina Sondakh, Mirwan Amir karena mendapat laporan Wafid Muharam mau diganti oleh Menpora," ungkap Nazaruddin.
Menurut Nazar, ia dipesankan oleh bosnya yaitu Anas Urbaningrum untuk meminta agar Andi tidak mencopot Wafid sebagai Sekretaris Kemenpora karena anggota Komisi X biasa berhubungan dengan Wafid Muharram dalam mengurus proyek.
Andi pun menuturkan bahwa saat ia baru menjadi menteri disampaikan bahwa salah satu prioritas Kemenpora adalah proyek Hambalang.
"Kira-kira Januari 2010, dilaporkan ke saya bahwa khusus Hambalang totalnya adalah Rp2,5 triliun, staf saya dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR pada 8 Februari mempersiapkan paparan untuk DPR dari Kemenpora. Saya sampaikan ke Komisi X ada kegiatan prioritas untuk pusat pelatihan sekolah olahraga Hambalang, tapi saya tidak tahu bahwa ternyata urusan Hambalang sudah dibuat sejak Juni-Juli 09 sebelum saya jadi menteri, bahkan anggaran multiyears sudah sejak sebelum jadi menteri tapi saya tidak tau saat itu, saya tidak tau di orang DPR sudah tahu. Jadi sebelum saya jadi menteri staf saya sudah lebih dulu tahu, dan bahkan DPR ternyata sudah lebih tahu dari staf saya," jelas Andi.
Andi pun mengaku tidak ingat pernah bertemu dengan Teuku Bagus di rumahnya.
"Saya tidak ingat ketemu terdakwa, tapi dalam BAP beliau pernah bertemu saya saat saya diumumkan sebagai menteri tapi belum dilantik, dari cerita-cerita beliau ternyata ikut Tamsil yang juga orang Bugis padahal saat itu ada ratusan orang di rumah saya," tambah Andi.
Andi hanya tahu bahwa tanda tangan pemenang lelang dilakukan oleh Wafid Muharram.
"Yang tanda tangan kalau tidak salah Sesmenpora Wafid Muharam. Saya pernah dilaporkan tender sudah selesai dan pemenangnya adalah Adhi Karya dan Wijaya Karya, saya kemudian pergi ke Asian Games, lalu pulangnya main bola kemudian sakit," ungkap Andi beralasan.
Ia pun menjelaskan tidak tahu pertemuan antara Wafid, pihak PT Adhi Karya dan adiknya Choel Mallarangeng di ruangan Menpora.
"Saya tidak tahu, tidak pernah dilaporkan ke saya padahal mestinya kalau ada yang pakai mestinya lapor ke saya," tambah Andi.
Meski setiap minggu ada rapat pimpinan eselon 1 dan 2 di Kemenpora, tapi Andi mengaku tidak pernah dilaporkan mengenai masalah di Hambalang.
"Ada hal yang bersifat teknis dan ada banyak pejabat yang menangani, kalau tidak dilaporkan tentu saya tidak tahu. Saya selalu tanya di rapat pimpinan dan jawabannya semua baik-baik saja," ungkap Andi.
Teuku Bagus dalam perkara ini didakwa dengan pasal alternatif yaitu pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 65 ayat (1) KUHP.
Pasal tersebut mengatur tetang penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara. Ancaman pelaku yang terbukti melanggar pasal tersebut adalah pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.(D017/R021)
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014