Jakarta (ANTARA) - Dalam kehidupan sehari-hari, utang piutang merupakan hal yang umum terjadi, baik dalam jumlah uang kecil maupun besar.

Utang merupakan bentuk bantuan yang diberikan kepada yang membutuhkan, baik berupa barang atau uang, yang kemudian wajib dikembalikan terhadap yang memberi bantuan itu.

Bagi muslim, jika memutuskan untuk berutang, Islam telah mengatur hukum terkait utang piutang agar terdapat keadilan di antara para pihak, baik yang berutang maupun yang diutangi.

Salah satu anjuran penting dalam Islam terkait utang piutang adalah mencatat utang yang dimiliki dan memiliki perjanjian tertulis.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an, surat Al-Baqarah ayat 282, yang memerintahkan untuk mencatat utang dengan jelas, melibatkan saksi, dan membuat perjanjian tertulis.

Hal ini dilakukan agar tidak ada perselisihan dan terjadi konflik lainnya yang tidak diinginkan.

Pencatatan yang jelas dan melibatkan saksi juga dapat mencegah pihak yang tidak bertanggung jawab, sehingga terjadi kerugian sebelah pihak.

Sehingga dalam Islam, hukum utang piutang adalah mubah, boleh saja dilakukan jika dalam kondisi terdesak. Orang yang memberi utang pun telah melakukan kebaikan dan mendapatkan pahala dengan niat membantu dengan ikhlas.

Bila tidak dalam kondisi terdesak dan kesulitan, dianjurkan untuk menghindari berutang sebab akan memberatkan kehidupan di dunia maupun akhirat.
​​​​​​
Hukum utang dengan riba

Dalam Islam, segala bentuk riba atau bunga dalam utang piutang dilarang keras dan hukumnya haram. Kata lain yang dikenal sebagai riba yakni bunga.

Prinsip utama dalam Islam adalah menjaga keadilan dan menghindari segala bentuk riba atau bunga dalam utang piutang.

Riba dianggap sebagai mengambil keuntungan dengan melebihi jumlah utang sebenarnya, sehingga memberatkan dan merugikan pihak yang meminjam.

Islam mengajarkan bahwa membantu sesama dalam bentuk utang atau pinjam harus didasari oleh niat yang baik, bukan untuk mencari keuntungan seperti riba.

Dalam surat Al-Baqarah ayat 276-278, Allah SWT telah mengutuk orang yang memberi dan menerima riba, sehingga tidak akan mendapat berkah dalam hartanya.

Sebaliknya, Allah akan memberkahi orang-orang yang saling membantu dalam bentuk utang dengan cara yang baik tanpa melibatkan riba.

Utang wajib dilunasi dan dibayarkan

Islam menganjurkan pentingnya melunasi utang tepat waktu bila mampu. Rasulullah SAW bersabda "Menunda pembayaran utang bagi orang yang mampu merupakan suatu hal dzalim" (HR. Bukhari).

Hal ini menunjukkan betapa besar tanggung jawab seorang Muslim untuk melunasi utangnya.

Saat memutuskan untuk melakukan utang, wajib diniatkan untuk segera dilunasi. Jika utang tidak dilunasi, hukumnya uang yang telah dipakai adalah haram dan menjadi seorang pencuri.

Bahkan, utang wajib dilunasi sebelum meninggal, sebab meninggal dalam kondisi masih memiliki utang dapat menjadi pemberat dosa dan dihisab saat di akhirat kelak.

Namun, bagi orang yang benar-benar kesulitan dalam melunasi utang, Islam memberikan keringanan. Pemberi utang dianjurkan untuk memberi tambahan waktu atau bahkan mengikhlaskan utang tersebut yang kelak akan diganti menjadi kebaikan berupa pahala.

Rasulullah SAW bersabda dari Abu Qotadah sebagai berikut.

مَنْ نَفَّسَ عَنْ غَرِيمِهِ أَوْ مَحَا عَنْهُ كَانَ فِي ظِلِّ الْعَرْشِ يَوْمَ الْقِيَا مَةِ
Barangsiapa memberi keringanan pada orang yang berutang padanya atau bahkan membebaskan utangnya, maka dia akan mendapatkan naungan ‘Arsy di hari kiamat”.

Baca juga: Pengertian rentenir dan hukumnya dalam perspektif Islam

Baca juga: Hukum merokok dalam Islam

Baca juga: Pengertian haram dalam Islam


Pewarta: Putri Atika Chairulia
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2024