Jakarta (ANTARA) -
Berkembangnya zaman yang mempengaruhi semakin tingginya harga kebutuhan membuat lapisan masyarakat tertentu mengalami kesulitan keuangan.

Kesulitan ekonomi kerap memaksa seseorang untuk meminjam uang agar dapat memenuhi kebutuhannya. Selain pinjam ke bank, tak jarang ada yang memilih meminjam uang ke rentenir untuk mendapatkan uang dengan cepat.

Rentenir adalah istilah yang sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari, yang dikenal sebagai orang yang memberikan pinjaman uang dengan bunga yang sangat tinggi.
 
Selain itu, rentenir sering kali dikaitkan dengan praktik pinjaman yang tidak adil dan merugikan pihak yang sedang kesulitan.
 
Secara umum, rentenir merupakan individu atau lembaga tidak resmi yang memberikan pinjaman. Mereka mengambil keuntungan dari bunga yang berlipat dan kerap membuat peminjam semakin terjerat utang.
 
Banyak orang yang terpaksa meminjam uang dari rentenir karena kebutuhan mendesak, tetapi sayangnya bunga yang besar justru membuat mereka semakin sulit melunasi hutangnya.
 
Pada akhirnya, peminjam sering kali terjebak dalam siklus utang yang tidak ada ujungnya. Lalu, bagaimana pandangan Islam terhadap praktik rentenir ini?
 
Rentenir dalam pandangan Islam
 
Islam sangat melarang segala bentuk riba dan hal ini sering dilakukan oleh rentenir dalam memberi pinjaman uang.
 
Riba adalah biaya tambahan yang harus dibayar kepada peminjam, di luar jumlah uang yang dipinjam. Dapat diartikan dengan mendapat keuntungan secara tidak sah, sebab tidak terjadi pertukaran yang setara.
 
Dalam praktik rentenir, biasanya pinjaman dikenakan bunga yang tinggi. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT melarang keras riba karena dianggap sebagai ketidakadilan dan menyulitkan orang yang untuk melunasi hutangnya.
 
Dalam potongan surat Al-Baqarah ayat 275, Allah SWT berfirman, “Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.
 
Ayat ini menjelaskan bahwa mencari keuntungan dari memberi pinjaman hutang, seperti praktik yang dilakukan rentenir adalah haram dalam Islam.
 
Selain itu, terdapat hadist yang menjelaskan bahwa Rasulullah juga melarang dan mengatakan dosa bagi pihak yang terlibat riba.
 
"Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasalam melaknat pemakan riba (rentenir), penyetor riba (nasabah yang meminjam), penulis transaksi riba (sekretaris) dan dua saksi yang menyaksikan transaksi riba. Kata Beliau, ‘semuanya sama dalam dosa’.” (HR Muslim no. 1598)
 
Sehingga, rentenir dalam pandangan Islam merupakan suatu praktik yang haram dan dilarang, sebab berusaha mencari keuntungan dalam bentuk riba dengan membebani peminjam dengan bunga atau semacam biaya tambahan lainnya.
 
Rentenir yang melakukan riba akan mendapatkan dosa besar lebih dari dosa berzina 36 kali, Rasulullah SAW pernah bersabda.
 
دِرْهَمُ رِبًا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتَّةِ وَثَلاَثِيْنَ زَنْيَةً
 
Satu dirham yang dimakan oleh seseorang dari transaksi riba sedangkan dia mengetahui, lebih besar dosanya daripada melakukan perbuatan zina sebanyak 36 kali.” (HR. Ahmad dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman).
 
Selain bertentangan dengan ajaran Islam, praktik rentenir juga berdampak buruk pada kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat.
 
Bunga yang tinggi membuat banyak orang akan kehilangan aset atau harta benda karena tidak mampu melunasi utang, sehingga hidup dengan lilitan hutang walaupun ia sudah niat dan berusaha untuk melunasinya.
 
Jika terpaksa harus meminjam uang karena kondisi mendesak, Islam memiliki ajaran prinsip keuangan syariah dalam pinjaman uang tanpa riba.
 
Prinsip keuangan syariah ini sudah banyak diterapkan pada bank-bank syariah yang berada di Indonesia.
 
Dalam keuangan Islam, terutama dalam melakukan pinjaman ke bank syariah, salah satunya terdapat prinsip ta'awun yang menggunakan akad Qardhul Hasan. Prinsip ini dimana peminjam tidak dikenakan bunga, sehingga nasabah tidak kesulitan dalam pembayaran hutang.

Baca juga: Apakah bunga bank termasuk riba?

Baca juga: Bolehkah kredit motor dalam ajaran Islam?

Baca juga: Jenis-jenis riba yang dilarang Islam
 

Pewarta: Putri Atika Chairulia
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2024