Ambon (ANTARA) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Maluku menerima penyerahan satwa liar secara sukarela dari warga setempat di kantor Pusat Konservasi Satwa (PKS) Kepulauan Maluku.

“Kami menerima kunjungan dari warga Fenny Harijani Nefra, untuk menyerahkan sebanyak dua ekor satwa liar jenis burung kakak tua koi (Cacatua galerita) untuk dikarantina dan direhabilitasi dengan harapan suatu saat akan dilepasliarkan kembali ke habitatnya,” kata Polisi Kehutanan (Polhut) BKSDA Maluku Seto di Ambon, Selasa.

Ia mengatakan penyerahan ini bagian dari upaya pelestarian dan perlindungan satwa liar di wilayah Maluku.

“Semoga apa yang dilakukan Ibu Fenny ini dapat bermanfaat bagi kelestarian alam, khususnya jenis satwa yang ada di Maluku, dan semoga dapat menjadi contoh untuk seluruh masyarakat luas,” katanya.

Ia mengungkapkan apresiasi dan terima kasih kepada masyarakat yang telah berpartisipasi dalam program penyerahan satwa liar.

“Kami sangat menghargai kepedulian masyarakat terhadap perlindungan satwa liar. Penyerahan ini sangat penting untuk memastikan bahwa satwa-satwa tersebut mendapatkan perlakuan yang sesuai dan dapat hidup di habitat yang aman,” ujarnya.

Baca juga: BKSDA Maluku terima kakaktua koki hasil translokasi dari BKSDA Sumbar

BKSDA Maluku terus mendorong masyarakat untuk berperan aktif dalam konservasi dengan melaporkan atau menyerahkan satwa liar yang tidak dapat mereka pelihara. Upaya ini bagian dari komitmen BKSDA menjaga kelestarian biodiversitas dan ekosistem di Maluku.

Ia menegaskan kepada masyarakat, bahwa satwa liar khususnya jenis-jenis burung endemik di Kepulauan Maluku tidak dapat ditemukan di tempat lain sehingga menjadi kewajiban setiap orang menjaga keanekaragaman kelimpahan, baik jenis tumbuhan maupun satwa di Maluku.

Ia juga berharap, bagi masyarakat yang menemukan kasus penyelundupan satwa segera melapor ke pihak yang berwenang, baik BKSDA maupun kepolisian.

“Kita terbuka kepada masyarakat, apabila ada penyerahan maupun laporan akan kita terima. Ini juga biar bisa kita nikmati TSL tersebut di masa kini maupun masa yang akan datang,” ucap Seto.

Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya bahwa barangsiapa dengan sengaja menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup; (Pasal 21 ayat (2) huruf a), diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta (Pasal 40 ayat (2).

Baca juga: Umpan kambing remaja, BKSDA Bengkulu pasang perangkap harimau
Baca juga: BKSDA Maluku terima translokasi 69 satwa liar endemik

Pewarta: Winda Herman
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024